Ramadan, Nigeria Berlakukan Sensor dan Seleksi Da'i

Ulama di Nigeria mengkritik kebijakan pemerintah yang membatasi ceramah agama di wilayah timur laut negeri itu. Mereka menilai tidak selayaknya pemerintah melakukan sensor terhadap kegiatan dakwah dan hanya memilih da’i-da’i tertentu yang boleh berceramah.

Juru Bicara Liga Imam di Nigeria, Syaikh Abibullah Adam mengatakan, mewajibkan pada da’i meminta ijin terlebih dulu pada pemerintah saat berceramah dan kebijakan sensor, sangat bertentangan dengan agama Islam. Abibullah yang juga mengepalai pusat studi Islam di Nigeria menegaskan bahwa pemerintah tidak dalam posisi mengambil kebijakan semacam itu.

"Di Borno misalnya, ada para syaikh yang lebih layak untuk melakukannya. Merekalah yang lebih pantas melakukan sensor dan bukan pemerintah," tukas Abibullah.

Menjelang Ramadan yang jatuh hari Sabtu (22/8) di Nigeria, otoritas pemerintahan daerah Borno hanya memberikan ijin sementara bagi 150 da’i yang boleh berceramah dan melarang 30 da’i. Da’i yang mendapatkan surat ijin berceramah, karena dianggap mematuhi 11 persyaratan yang ditetapkan otoritas pemerintah setempat.

Pemberian surat ijin itu dilakukan untuk mencegah keterlibatan kelompok-kelompok militan, seperti Boko Haram yang belakangan ini menimbulkan kekacauan di utara negeri itu. Gubernur Borno, Ali Modu Sherrif mengatakan, ia akan segera mengamandemen undang-undang dan membuat aturan baru untuk menyeleksi pada da’i.

Syaikh Adam tidak setuju dengan kebijakan sensor dan seleksi da’i, meski untuk tujuan mencegah munculnya terorisme. Ia menilai langkah itu berbahaya karena merupakan bentuk penindasan terhadap hak rakyat dalam mendapatkan informasi tentang agamanya.

Mantan pimpinan Jamaiyyatu Nasrul-Islam (JNI) yang juga pensiunan hakim, Abdulqadir Orire juga mengingatkan pemerintah agar hati-hati dalam mengambil kebijakan. Sementara lembaga advokasi Muslim, MURIC (Muslim Right Concern) menekankan agar pemerintah tidak menggunakan Boko Haram sebagai alasan untuk menyensor aktivitas dakwah.

"Para da’i dan ulama harus bebas dari rasa takut saat menjalankan kewajiban dakwahnya. Pemerintah tidak boleh mendikte mereka," kata Kordinator MURIC, Profesor Lakin Akintola, seraya menambahkan bahwa kebijakan pemerintah itu akan mendapatkan resitensi dari warga Muslim.

Nigeria termasuk negara yang penduduknya taat menjalankan agamanya. Kaum Muslimin mendominasi wilayah utara yang jumlahnya 55 persen dari total penduduk negeri itu. Penganut Kristen menjadi mayoritas di wilayah selatan yang jumlahnya sekitar 40 persen dari total penduduk, sisanya, 5 persen adalah atheis. (ln/iol)