Turki Akan Bawa Kasus Blokade Israel terhadap Gaza ke Mahkamah Internasional

Turki mengatakan pihaknya berencana untuk menantang blokade Israel terhadap Jalur Gaza di Mahkamah Internasional, di tengah meningkatnya ketegangan antara Ankara dan Tel Aviv.

Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengumumkan keputusan itu pada hari Sabtu kemarin (3/9), satu hari setelah rilis laporan PBB terkait penyerangan Israel pada 31 Mei 2010 lalu terhadap konvoi bantuan Gaza di perairan internasional yang menyebabkan kematian sembilan warga Turki di kapal Mavi Marmara.

Laporan, yang ditulis oleh mantan Perdana Menteri Selandia Baru Geoffrey Palmer dan mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe, menyetujui blokade Israel di Gaza.

Laporan menyebut serangan Israel "berlebihan dan tidak masuk akal," tetapi juga menyalahkan Turki dan penyelenggara armada yang dianggap berkontribusi terhadap pembunuhan aktivis pro-Palestina.

Davutoglu menolak laporan Palmer mengatakan laporan tersebut kontras dengan laporan sebelumnya terkait laporan insiden yang disiapkan oleh Dewan HAM PBB pada bulan September, yang menemukan bahwa Israel melanggar hukum internasional dengan menyerang konvoi bantuan sipil.

Dia berargumen bahwa dokumen baru-baru ini tidak didukung oleh PBB dan karena itu laporan yang baru dirilis sama sekali tidak mengikat.

"Yang mengikat adalah Mahkamah Internasional,” tegas Davutoglu.

"Ini adalah apa yang kami bisa katakan, biarkan Mahkamah Internasional memutuskan,” tambahnya, menjelaskan bahwa Ankara sedang mempersiapkan dasar yang diperlukan untuk melakukan tindakan hukum.

Pernyataan Davutoglu ini hadirsehari setelah Turki kesal oleh penolakan Israel untuk meminta maaf atas serangan mematikan terhadap armada Kebebasan Gaza, yang menyebabkan diusirnya duta besar Tel Aviv untuk Ankara dan membekukan semua hubungan militer dengan Israel.

Turki, yang telah aktif mengejar kasus serangan armada Israel, juga berjanji untuk mendukung tindakan hukum terhadap Israel oleh keluarga korban serangan.

Dalam komentarnya Sabtu kemarin, Davutoglu memperingatkan Tel Aviv bahwa kegigihan mereka dalam meremehkan untuk meminta maaf, secara serius dapat membahayakan kepentingan Israel di negara-negara Arab dan Muslim.

"Jika Israel tetap dengan posisi saat ini, musim semi Arab akan menimbulkan sikap oposisi yang kuat terhadap Israel,”katanya menambahkan.(fq/prtv)