Warga Ghaza Minta Hentikan Pertikaian, "Kami Seperti Tinggal di Irak, Bukan di Ghaza"

Warga Ghaza nampaknya sudah tidak tahan lagi dengan pertikaian yang terus menerus terjadi antara Hamas dan Fatah. Bagi mereka, pertikaian itu telah menyeret rakyat Palestina dalam ancaman perang saudara.

"Ini adalah genosida. Ghaza sudah berakhir, " kata Muhammad Hassan seperti dikutip dari Islamonline.

Betapa tidak, baku tembak di jalan-jalan antara sayap militer Hamas dan Fatah, penangkapan, penculikan, laporan-laporan tentang eksekusi orang yang diculik, pemblokadean jalan dan keberadaan penembak-penembak jitu yang bertengger di atas atap-atap gedung, menjadi pertanda makin tidak nyamannya kehidupan sekitar 1, 5 juta warga Ghaza.

"Kami seperti tinggal di Irak, bukan di Ghaza. Orang-orang bersenjata saling bunuh. Tubuh-tubuh yang cacat bertebaran di jalan-jalan, " kata Amar-ayah enam anak-dengan nada prihatin. Ia mengaku hampir tidak mempercayai penglihatannya melihat situasi di Ghaza saat ini.

Saat ini banyak warga Ghaza yang memilih untuk tinggal di rumah saja, karena mereka tidak bisa pergi ke mana-mana akibat pemblokadean jalan-jalan, barikade dan keberadaan senjata-senjata di atas atap-atap bangunan yang dipasang orang-orang bertopeng dan bersenjata.

Para petugas medis mengungkapkan, dalam peristiwa kekerasan terakhir, jumlah korban tewas mencapai 27 orang, sehingga total korban tewas sejak hari Sabtu kemarin mencapai 75 orang.

Hari Rabu (13/6), sekitar seribu warga Ghaza akhirnya turun ke jalan, menuntut diakhirinya pertikaian antar faksi yang telah mengoyak-ngoyak kehidupan di Jalur Ghaza. Warga Ghaza, sambil long-march di sepanjang jalan di Ghaza, melambai-lambaikan bendera Palestina dan berteriak "Hentikan Saling Bunuh."

Saat melakukan aksi massa, mereka dua kali ditembaki oleh orang-orang bersenjata. Akibatnya dua orang tewas dan 14 orang lainnya luka-luka. Tidak jelas, siapa orang bersenjata yang menembaki para pengunjuk rasa itu.

Aksi unjuk rasa juga terjadi di Khan Younis. Puluhan warga Palestina yang berunjuk rasa meminta kelompok-kelompok bersenjata segera meletakkan senjatanya. Di perbatasan Rafah, sekitar 10 warga Palestina berhasil membuat lubang di tembok pemisah yang membatasi wilayah Palestina dengan Mesir, sehingga mereka berhasil masuk ke wilayah Mesir lewat lubang tersebut.

Presiden Palestina Mahmud Abbas menyebut apa yang terjadi di Ghaza sebagai sebuah "kegilaan" dan kembali menyerukan gencatan senjata. Ia menghubungi tokoh Hamas dalam pengasingan, Khalid Misyaal lewat telepon untuk membicarakan upaya menghentikan pertikaian antar faksi yang mengancam persatuan kabinet. (ln/iol)