Mencegah Kebangkrutan Nasional

Sudah 103 tahun kebangkitan Nasional dan 13 tahun Reformasi di Indonesia, namun tidak ada perubahan yang signifikan dan masih bertolak belakang dengan cita-cita Proklamasi. Kita mencatat keberhasilan Pemerintah dalam aspek kuantitatif pertumbuhan ekonomi nasional, namun sekitar 50% warga bangsa masih hidup di bawah atau setara dengan 2 dollar perorang perhari. Dan yang paling serius, nilai-nilai moral bangsa yang sudah dibusukkan oleh korupsi yang telah merasuk ke dalam seluruh bidang kehidupan masyarakat, sedangkan integritas moral serta komitmen politik kerakyatan terancam oleh money politics.

Setiap saat ada skandal korupsi yang mencolok, sedang yang lama belum tertangani tuntas. Rakyat semakin kehilangan kepercayaan kepada para wakilnya serta kepada tekad kepemimpinan nasional untuk berani mengambil tindakan yang diperlukan.

Kejahatan terhadap kemanusiaan dan lingkungan pun tetap terjadi. Sejak Orde Baru pelanggan HAM serius terus-menerus terjadi, antara lain terjadi di Papua, Kasus Marsinah, Kasus Trisakti, Semanggi 1dan2, Munir, kekerasan terhadap TKI, Lapindo, Newmont, Freeport, penanganan terorisme, dan sebagainya. Tidak ada tindakan hukum apapun terhadap mereka yang diduga sebagai pelakunya. Sebaliknya lebih terasa impunitas aparat, khususnya militer, yang bertali-temali dengan pebisnis nasional dan multi-nasional, serta mereka yang duduk dalam kekuasaan.

Inilah sedikit catatan Tokoh Lintas Agama yang mengadakan jumpa pers dan pernyataan sikap dengan tema "Menuju Kebangkitan Sejati, Mencegah Kebangkrutan Nasional", di Galeri Cipta II TIM pada Kamis(19/5)yang sempat dibacakan oleh Abdul Mukti (PP Muhammadiyah) dan M. Imdadun Rahmat (PBNU).

Kritikan para pemimpin agama itu tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Kebangkitan nasional yang berkaitan dengan Boedi Otomo (BO), hanyalah menjadi slogan kosong, karena para pemimpin agama itu, tak juga dapat membeikan tauladan apa-apa. Apalagi BO, hanya menjadi perpanjangan tangan "Freemasonry". MZS