Human Rights Watch: Jurnalisme Profesional Di Mesir Adalah Teroris

palu sidangOrganisasi hak asasi manusia internasional, Human Rights Watch, menyebut konstitusi baru yang disahkan bulan Januari lalu mencakup kebebasan ekspresi tidak sebanding dengan prakteknya di lapangan dan hanya tertulis di atas kertas.

Dalam keterangan pers Direktur Eksekutif HRW untuk urursan Timur Tengah dan Afrika Utara, Sarah Leah Whitson, pada Senin (23/06) malam menuntut pembatalan dakwaan dan hukuman kepada wartawan yang ditangkap aparat berwenang Mesir, serta menuntut pembebasan mereka.

Whitson menambahkan “vonis hukuman kepada wartawan adalah sebuah pengakuan terang-terangan bahwa praktek jurnalisme profesional di Mesir hanyalah sebuah kejahatan, konstitusi baru yang mencakup kebebasan berekspresi tidak sebanding dengan kertas yang tertulis di atasnya.”

Sementara itu organisasi Amnesty Internasional dalam keterangan resminya menuntut pembebasan 3 wartawan mesir yang ditangkap oleh pihak berwenang, dan menyebut hari vonis tersebut sebagai “hari hitam untuk kebebasan pers di Mesir.”

Amnesti internasional menyebut pemerintah Mesir telah menganggap para wartawan sebagai teroris karena melakukan pekerjaan mereka.

Perlu diketahui sebanyak 3 orang wartawan Al Jazeera di vonis masing-masing 7 dan 10 tahun penjara oleh pengadilan Mesir karena pemberitaan kudeta militer 3 Juli lalu.

Wartawan Australia Peter Jrist dan jurnalis Mesir Muhammad Fahmi di vonis 7 tahun penjara oleh pengadilan Mesir, sementara itu Baher Muhammad Gharb ditambah 3 tahun penjara akibat tidak memiliki izin resmi dalam meliput pemberitaan.

Selain 3 orang tersebut, masih ada sejumlah wartawan asing yang berada di dalam penjara pemerintah Mesir. (Rassd/Ram)