Hukum Mencium Tangan Ulama Yang Hanif dan ‘Alim

Kedua, pendapat Imam Syafei mencium tangan seorang ustadz adalah sunah. Seperti diriwayatkan Imam Al-Qazwini:

وَأَمَّا تَقْبِيْلُ الْيَدِ، فَإِنْ كَانَ لِزُهْدِ صَاحِبِ الْيَدِ وَصَلَاحِهِ، أَوْ عِلْمِهِ أَوْ شَرَفِهِ وَصِيَانَتِهِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْأُمُوْرِ الدِّيْنِيَّةِ، فَمُسْتَحَبٌّ

Adapun mencium tangan, jika karena kezuhudan pemilik tangan dan kebaikannya, atau karena ilmunya, atau kemuliannya, keterjagaannya, dan sebagainya; berupa urusan-urusan agama, maka disunnahkan” (Abdul Karim bin Muhammad Al-Qazwini, Al-Aziz Syarh Al-Wajiz, juz 12, h. 378).

Ketiga menurut Madzhab Maliki, mencium tangan ustadz hukumnya adalah makruh. Syekh Al-Manufi menyebutkan:ً

(وَكَرِهَ مَالِكٌ) رَحِمَهُ اللهُ (تَقْبِيْلَ الْيَدِ) أَيْ: يَدِ الْغَيْرِ ظَاهِرِهِ، سَوَاءٌ كَانَ الْغَيْرُ عَالِمًا، أَوْ غَيْرَهُ، وَلَوْ أَبًا أَوْ سَيِّدًا أَوْ زَوْجًا

“Imam Malik – rahimahullah – menyatakan kemakruhan mencium tangan, yaitu tangan orang lain bagian luar, baik orang tersebut alim atau tidak, walaupun seorang ayah, pemimpin, atau suami“. (Ali bin Khalaf Al-Manufi, Kifayatut Thalib Arrabbani, juz 2, h. 620)

Sementara itu Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin mengutarakan beberapa keutaman orang yang mencium tangan guru atau ustadz, salah satunya untuk mendapat ridho.

“Keutamaan seseorang ketika dia mencium tangan gurunya adalah dalam rangka mencapai kecintaan guru, ridho guru, wujud wasilah penghargaan dan sekaligus pengharapan agar Allah SWT melalui doa dan Ilmu yang diajarkan menjadi berkah dan bermanfaat bagi kita para murid atau santrinya,” katanya saat dihubungi Okezone, Rabu (16/10/2019).

Perlu diketahui bahwa Syaikh Burhanuddin menjelaskan bahwa selain mencium tangan, ada cara lain dalam menghormati guru. Hal ini sebagaimana tertulis dalam kitab Ta’lim Muta’allim;

توقير المعلم أن لايمشى أمامه، ولا يجلس

مكانه، ولا يبتدئ بالكلام عنده إلا بإذنه، ولا يكثر الكلام عنده، ولا يسأل شيئا عند ملالته ويراعى الوقت، ولا يدق الباب بل يصبر حتى يخرج الأستاذ

Maksudnya; Bahwa termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya; duduk di tempatnya; memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya; berbicara macam-macam darinya; dan menanyakan hal-hal yang membosankannya. Cukuplah dengan sabar menanti di luar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah. Tidak ada upaya kecintaan dan memuliakan ilmu itu sia-sia, sebab di dalamnya banyak hikmah dan rahasia Allah SWT menyertainya. (Okz)