Adakah Agenda Ini Pada Calon Pemimpin Indonesia? (2)

Selain kembali ke UUD 1945 sebagaimana yang disahkan dalam sidang BPUPKI, yang diundangkan kembali oleh Presiden RI Soekarno dengan Dekrit Presidennya, maka agenda lain yang harus dimiliki oleh calon presiden dan calon wakil presidennya adalah PEMBERANTASAN KORUPSI.

Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan Korupsi atau yang dikenal dengan istilah pemberantasan KKN merupakan agenda yang paling banyak diklaim oleh para pejabat negara, termasuk pasangan capres-cawapres, namun di lapangan yang terjadi adalah sebaliknya. Merupakan fakta jika sekarang ini para pejabat negara telah mentradisikan korupsi bersama-sama, tahu sama tahu, dengan istilah KORUPSI BERJAMAAH.  Cara untuk mengetahui apakah seorang pejabat negara itu korupsi atau tidak sebenarnya amat mudah, yakni dengan pembuktian terbalik, satu metode pemeriksaan yang ampuh dan sebab itu sampai sekarang ditolak penggunaannya oleh DPR. Sebab jika DPR mau mengundangkan dan mensahkan diberlakukannya asas pembuktian terbalik dalam pemberantasan kasus korupsi, bukan mustahil 95% anggota DPR akan masuk penjara.

Dengan asas pembuktian terbalik, akan terbongkarlah mengapa anggota DPR bisa hidup jauh lebih makmur, jauh lebih sejahtera, jauh lebih mewah, dalam waktu singkat setelah menjabat, padahal dia secara pribadi tidak memiliki usaha atau perusahaan apa pun. Bukan rahasia umum lagi jika fakta memperlihatkan jika banyak orang setelah menjadi anggota DPR akan berubah kehidupannya dari yang tadinya cuma bisa kontrak rumah, kini memiliki rumah besar dan mewah, bahkan apartemen. Bukan rahasia umum lagi jika banyak orang setelah menjadi anggota DPR akan kebingungan membelanjakan uangnya sehingga untuk beli sepatu saja harus ke Italia atau untuk membeli tas saja harus ke Paris, atau yang rada genit ya menambah koleksi ‘mahluk manis’ dengan jalan halal haram, seperti kasusnya Yahya Zaini dan Maria Eva, atau jalan yang halal, yakni dengan kawin siri. Yang belakangan ini berkilah mereka mengikuti sunnah Rasul, padahal Rasul sendiri berpoligami dengan banyak nenek-nenek, bukan gadis atau perawan tingting seperti yang dilakukan mereka sekarang.

Sebab itu, dengan fakta bahwa asas pembuktian terbalik dalam kasus korupsi masih saja ditentang oleh banyak pejabat negara, maka adalah bohong besar jika pemerintah SBY-JK mengatakan jika pemerintahnya sangat peduli dengan upaya pemberantasan korupsi. Yang dilakukan rezim SBY-JK adalah pemberantasan korupsi tebang-pilih. Kasus-kasus korupsi gede-gede-an seperti yang terjadi dalam kasus BLBI, LNG Tangguh, Pertamina, dan sebagainya sampai sekarang masih saja didiamkan. Dalam hal pengusutan kasus LNG Tangguh, jika SBY-JK serius, maka sebenarnya mereka harus berani menyeret salah seorang mantan presiden negara ini yang sekarang malah didekati SBY.

Dalam pemilu presiden mendatang, Rakyat harus mempertanyakan agenda capres-cawapres yang ada sekarang, apakah mereka akan memperjuangkan untuk menerapkan asas pembuktian terbalik dalam pengusutan kasus korupsi? Jika mereka ada yang berjanji akan memperjuangkan, maka dukunglah, namun jika tidak ada satu pun pasagan capres-cawapres yang berani untuk melakukan hal tersebut, maka jangan salahkan rakyat jika mereka lagi-lagi akan bergabung dengan partai pemenang pemilu 2009, yakni Partai Golput.

KKN sebenarnya sekarang ini sudah banyak variannya, seperti flu, ada flu burung, flu kuda, dan flu babi, maka demikian pula dengan korupsi. Beberapa praktik korup yang sekarang masih saja dilegalkan adalah mensahkan fasilitas mewah untuk para pejabat negara seperti kendaraan dinas yang mewah (padahal kendaraan sejenis Avanza saja sudah cukup, namun para pejabat maunya kendaraan kelas Camry, Volvo, dan sebagainya), rumah dinas mewah, tunjangan rapat bagi anggota DPR (bukankah mereka sudah terima gaji besar? Mengapa harus ditambah dengan tunjangan ini dan itu yang tidak masuk akal? Semua ini memakai uang rakyat!), memark-up anggaran proyek (bila dilakukan dengan rapi dan tidak terlalu serakah maka aparat hukum masih bisa mentolerir, juga bila hasil mark-up ini dibagi-bagikan secara merata ke semua pihak agar ‘memenuhi asas keadilan’), dan sebagainya.

Beberapa waktu lalu, penggunaan uang rakyat yang serampangan yang dilakukan oleh pejabat negara juga sesungguhnya bisa dikategorikan sebagai tindak korup, seperti renovasi ruangan anggota DPR akhir tahun lalu yang sekarang ini entah gaungnya dimana; pembuatan dinding atau tembok gedung DPR/MPR yang menunjukkan jika mereka paranoid terhadap rakyat; pembelian ratusan unit laptop Dell seharga 20 juta rupiah perunitnya yang dilakukan oleh Kejaksaan RI buat para jaksa di daerah, padahal hanya digunakan utuk mengoperasikan software office di mana laptop yang satunya cuma empat jutaan sudah sanggup menjalankannya dengan lancar; dan lain-lain.

Jika saja pemerintah SBY-JK menggunakan uang rakyat secara benar, lepas dari nafsu syahwat dan keserakahan, maka rakyat tidak akan mendengar lagi adanya gedung sekolah yang ambruk, orang miskin tidak bisa berobat ke rumah sakit, jutaan anak putus sekolah, dan sebagainya. Namun yang terjadi adalah perampokan uang rakyat besar-besaran yang dilakukan para pejabat negara dan menyebutnya sebagai fasilitas mereka, sedangkan fasilitas untuk rakyat banyak dibuat seminim mungkin.

Kenyataan ini bisa dinilai sendiri oleh rakyat, apakah rezim SBY-JK ini amanah dalam mengelola uang rakyat, atau malah khianat.

Dalam tulisan ketiga akan dipaparkan agenda berikutnya, yang tak kalah penting, yakni berani atau tidak capres-cawapres keluar dari Konsensus Washington yang selama ini terbukti menyengsarakan bangsa dan negara ini. Sosok seperti SBY jelas tidak berani karena sudah terbukti selama ini menjadi pelayan setia bagi kepentingan Washington. (bersambung/rd)