Adhyaksa: Kemenpora Sangat Tidak Mendukung Kegiatan Pramuka, Malah Minta Sertifikat Tanah Bumi Perkemahan Cibubur

adhyaksaEramuslim.com – Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault, mengecam sikap Kementerian Pemuda dan Olahraga (kemenpora) Imam Nahrawi terkait proses renovasi Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Pramuka di Cibubur.

Adhyaksa menilai pihak kemenpora yang berasal dari PKB ini terlihat sangat tidak mendukung gerakan Pramuka. Pernyataan tersebut disampaikannya setelah pihak Kemenpora menyampaikan rasa kecewa mereka kepada Pramuka yang dianggap telah menghentikan secara sepihak rencana renovasi Buperta Cibubur.

”Malah kami yang seharusnya lebih patut menyayangkan sikap Kemenpora yang tidak serius membantu Gerakan Pramuka, khususnya dalam upaya merenovasi Buperta yang akan dipakai sebagai venue Jambore Nasional 2016,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi (30/11).

Adhyaksa menjelaskan, sejak 2014 pihak Kwartir Nasional (kwarnas) sudah menyampaikan secara resmi kepada pemerintah dan DPR untuk renovasi Buperta Cibubur. Tapi baru enam bulan lalu anggarannya disetujui. Awalnya sebesar Rp 96 miliar lalu direvisi menjadi Rp 62 miliar.

”Itu pun pada awalnya proyek renovasi Buperta akan dikerjakan oleh pihak Kemenpora sendiri,” ujarnya.

Selanjutnya persoalan muncul ketika Kemenpora tanpa hal meminta sertifikat tanah di Buperta Cibubur milik Kwarnas Gerakan Pramuka, padahal tanah itu adalah hak pakai yang dimiliki oleh Ibu Tien Suharto yang memang diperuntukkan untuk Gerakan Kepramukaan. Permintaan Kemenpora ini tentu saja konyol bin ngaco.

”Tentu saja kami menolaknya. Kalau saya menyetujuinya, saya bisa dikutuk tujuh turunan oleh seluruh pramuka se-Indonesia,” tandas mantan menteri Pemuda dan Olahraga ini.

Selain itu, menurut Adhyaksa, pihaknya juga tidak mau menerima proyek besar dengan waktu pengerjaan yang sangat singkat, karena sangat mungkin akan ada celah-celah korupsi atau mark up proyek. Bersama jajaran pimpinan Kwarnas lainnya, Adhyaksa malah sempat melakukan audiensi dan berkonsultasi dengan lembaga hukum, seperti KPK, Jaksa Agung dan BPK, yang intinya, agar Kwarnas Gerakan Pramuka lebih berhati-hati.

”Mengingat waktu yang super mepet, November dan Desember tahun ini, dan setelah menerima berbagai masukan, kami putuskan untuk menolak dana renovasi Buperta itu. Sejujurnya, kami sangat membutuhkan dana itu untuk kegiatan Jambore Nasional 2016, tapi kalau diteruskan ini bisa sangat berbahaya,” ujarnya. Proyek yang besar, dengan dana puluhan miliar rupiah, dikerjakan dalam wakti yang sangat mepet, tentu akan menimbulkan ketergesaan yang sangat mungkin di dalam situasi yang demikian, tikus-tikus proyek akan menggerogoti dana proyek ini yang notabene uang rakyat. Adhyaksa tidak mau hal ini terjadi. (ts)