Analisis Pakar Semiotika: Ma’ruf Berupaya Tenang dan Menghafal, Sandi Selipkan ‘Kenakalan’

“Begitupun pada sesi berikutnya berbicara dengan mike lepas, bergerak dan berdiri tidak jauh dari kursi. Hal itu menunjukkan indeks dari sikap untuk membuka ruang gerak agar bisa santai. Dan refleks dari usia yang tidak lagi muda (gerakan yang terbatas),” imbuh Acep.

Kemudian sikap duduk Ma’ruf saat debat. Sikap duduk Ma’ruf yang tampak resmi saat lawan debatnya, yakni Sandiaga berbicara, dan mimik muka yang ditunjukkan Ma’ruf memperlihatkan sikap yang kurang familiar pada lingkungan.

“Ketika lawan debat berbicara, kandidat duduk resmi (tidak santai), mimik ‘tak komunikatif’ (tanpa senyum, tanpa gerak mata, dan cenderung tidak memperhatikan lawan). Hal itu menunjukkan indeks dari sikap yang lebih memusat pada diri sendiri, kurang familiar pada lingkungan, refleks dari salah satu sikap orang tua,” ujar dia.

Cara Ma’ruf menyampaikan pernyataan dan tutur katanya juga tak luput dari analisis Acep. Ma’ruf menurutnya mencoba ‘mengejar’ jawaban lawas atas pertanyaannya yang bersifat definitif, seperti istilah sedekah putih. Hal ini, menunjukkan cara berpikir cawapres 01 itu text book dan mengabaikan uraian serta fokus menjatuhkan lawan.

“Beliau juga banyak menggunakan istilah berbahasa Arab dan beberapa dalil agama. Hal itu menunjukkan indeks dari kemampuan menguasai bahasa Arab dan refleks dari sikap seorang kiai.

Selain itu, pernyataan penutup yang disampaikan Ma’ruf Amin berupa penegasan pada program yang telah dilakukan petahana yang akan terus disempurnakan, dan menyelipkan narasi berbasis pada konflik (tentang hoaks), dan sikap diri terhadap konflik tersebut,” tutur Acep.