Bahayakan Ekonomi Negara, RR Minta Jokowi Pecat Enggartiasto

Akibat kebijakan impor pangan tersebut, kata Rizal, mematikan pendapatan petani Indonesia, karena dilakukan pada waktu yang tidak tepat, yakni saat petani lokal justru panen hasil tanamnya. “Kebijakan itu tentu menyebabkan harga anjlok dan merugikan para petani yang sejak lama menantikan hasil tanamnya,” paparnya.

Ia menyontohkan, hal itu terjadi di Brebes beberapa bulan lalu. Pemerintah memutuskan impor bawang justru ketika menjelang masa panen. Alhasil, harga bawang anjlok, petani pun misuh-misuh. Kemudian, saat panen selesai, impor malah berkurang, sehingga harga naik sekitar Rp10.000.

Begitu pula yang terjadi dalam kebijakan impor gula saat panen tebu, dan impor beras justru menjelang panen pada kuartal pertama tahun ini.

“Kalau impor karena cuaca dan lain-lain saya setuju, tapi tidak kalau kelangkaan ada dengan alasan yang dibuat-buat,” tegas dia.

Khusus untuk impor beras, Rizal mengkritik kinerja Badan Urusan Logistik (Bulog) yang tidak menjalankan perannya dengan baik. Beberapa bulan lalu, Bulog tak menyerap hasil produksi petani 100 persen karena menganggap harga gabah saat itu mahal, otomatis stok di gudang pun menjadi minim. Tidak hanya itu, operasi pasar juga tidak dilakukan dengan baik sehingga harga pasar bergejolak.

“Saya pernah menjadi Kepala Bulog, dan tahu cara melakukan pengendalian harga. Harusnya Bulog punya strategi yang tepat untuk mengendalikan harga, tidak bisa menunggu saja, dan setiap hari harus terus memonitor,” katanya.

Beberapa waktu terakhir, pemerintah memang gencar mengambil kebijakan impor berbagai bahan pangan. Mulai dari gula, daging, bawang, beras, hingga garam.

Pada awal 2018, pemerintah memutuskan untuk mengimpor beras khusus dengan kuota sebesar 500 ribu ton yang berlaku sampai Juni tahun ini.

Dari kuota tersebut, pemerintah telah mengimpor 261 ribu ton pada akhir Februari, dan sebanyak 159 ribu ton beras impor akan masuk ke Indonesia akhir Maret ini.

Kementerian Perindustrian memperkirakan garam impor untuk industri akan tiba di Indonesia paling lambat Mei 2018. Garam impor berasal dari China, Australia, India, dan beberapa negara lain.

Hal itu dilakukan menindaklanjuti Surat Persetujuan Impor (SPI) garam sebanyak 676 ribu untuk kebutuhan 27 industri. (aktual)