Delapan Bulan Menjabat, Ahok Gusur Paksa 3.433 KK dan 433 Unit Usaha

ahok cina
Ahok bersama para cukong

Eramuslim.com – Selama setahun menjabat sebagai gubernur, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) banyak membuat gebrakan-gebrakan yang kontroversial. Salah satunya penggusuran di berbagai wilayah di Ibukota.

Berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, sejak Januari hingga Agustus 2015, terdapat 3.433 kepala keluarga dan 433 unit usaha yang menjadi korban penggusuran paksa yang berada di 30 titik di wilayah DKI Jakarta.

“Hal ini merupakan angka penggusuran paksa tertinggi sepanjang sejarah pemerintahan kota Jakarta,” ujar Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa dalam keterangannya Jumat (20/11).

Penggusuran paksa tersebut dilakukan tanpa ada musyawarah yang tulus,
pemukiman warga dianggap ilegal dan banyak yang akhirnya kehilangan tempat tinggal yang telah dihuni selama puluhan tahun.

Perlakuan tersebut tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya yang menggunakan cara penggusuran paksa terhadap masyarakat miskin untuk alasan pembangunan.

Padahal, penggusuran paksa telah dikategorikan merupakan pelanggaran HAM berat sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 11 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, sebagaimana yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2005, dan Komentar Umum PBB No. 4 Tahun 1992 tentang Hak atas Perumahan yang Layak, serta Komentar Umum PBB No. 7 Tahun 1997 tentang Penggusuran Paksa.

Lebih parah lagi, dia menambahkan, dalam penggusuran paksa tersebut, Ahok tidak segan melibatkan aparat TNI dalam melakukan penertiban terhadap warganya. Pelibatan personel militer terlihat jelas ketika Pemprov DKI Jakarta melakukan penggusuran paksa di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur pada 18 Agustus 2015 yang lalu.

Dia menegaskan, Ahok harus mendorong peraturan anti penggusuran paksa yang melindungi warga tergusur baik yang memiliki alas hak kepemilikan ataupun tidak sesuai dengan standar hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak atas bertempat tinggal serta Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya dan Komentar Umum HAM PBB No. 2/1992 berikut Komentar Umum HAM PBB No. 7/1997.(ts/RMOL)