Gerakan Pemberantasan Korupsi di Indonesia Cuma MITOS

Eramuslim.com – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pernah menyebut KPK hanya serius menangani kasus “recehan”.

Pernyataan itu terkait operasi tangkap tangan terhadap Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Parlin Purba, oleh KPK.

Dalam Kompas Petang, ia membeberkan alasan dirinya mengucapkan hal demikian.

“Jadi, inilah yag nanti membuka mata publik tentang mitos dan hal-hal irasional di dalam apa yang disebut gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia,” ucapnya.

Karena, menurut dia, definisi korupsi yang lama yang sejati itu telah ditinggalkan oleh KPK.

“KPK tidak lagi bergantung pada audit (BPK), KPK bergantung pada moralitas yang sebagiannya itu sebetulnya rumit karena melibatkan agama dan budaya,” lanjutnya.

Ia menjelaskan indikasi korupsi besar biasanya ditemukan dari hasil investigasi audit, yang di dalamnya akan ditemukan tiga hal, yakni melanggar undang-undang, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan uang negara.

“Dari mana KPK memulai kegiatan pemberantasan korupsinya? Kalau Anda memulai dari audit, maka Anda memulai dari temuan BPK. Inilah misalnya Anda bisa ketemu Rp 4 triliun dalam audit pertama kasus Pelindo II atau Rp 6,7 triliun dalam kasus Century,” terangnya.

Ia menyayangkan indikasi korupsi dalam jumlah besar dari hasil audit BPK tapi tak dilanjutkan investigasinya.

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-pre-order-eramuslim-digest-edisi-12-bahaya-imperialisme-kuning.htm

Sementara, Fahri berpendapat apa yang disebut suap itu belum tentu suap.

“Undang-undang menentukan juga ketentuan tentang gratifikasi, di mana orang itu punya hak menolak dalam sebulan. Orang kan boleh menolak setelah diberikan. Jangan lupa itu undang-undang enggak boleh dilanggar,” ucapnya.(kl/pi)