GIDI Berulah Lagi, Kini Mau Hadang Sholat Iedul Adha Muslim Tolikara

GIDI terorisEramuslim.com – Sampai sekarang, apa yang dilakukan pemerintah Jokowi-JK dalam mengusut kasus serangan teroris GIDI terhadap Muslim Tolikara yang yang tengah menunaikan sholat iedul fitri beberapa waktu lalu masih tidak jelas sudah sampai di mana. Bukannya memenjarakan para pentolan GIDI, Jokowi malah mengundag mereka ke Istana Negara dan diberi jamuan. Langkah konyol ini akhirnya membuat GIDI besar kepala dan sekarang berulah kembali dengan meminta tiga syarat kepada Menkopolhukam Luhut Panjaitan, yang jika dipenuhi maka baru GIDI akan mengizinkan Muslim Tolikara untuk menunaikan sholat iedul adha besok.

Dalam pertemuan yang digelar Sabtu (5/9), tokoh GIDI mencanangkan 3 syarat yang harus dipenuhi pemerintah jika warga Muslim Tolikara mau menunaikan sholat Iedul Adha dengan aman.

Pertama, GIDI Ingin nama institusinya dibershkan dari segala tuduhan terkait aksi serangan teroris GIDI terhadap Muslim Tolikara saat menunaikan sholat iedul fitri beberapa waktu lalu.

Kedua, Dua provokator yang ditangkap polisi harus dibebaskan tanpa syarat,

Ketiga, kasus penyerangan teroris GIDI terhadap Muslim Tolikara yang tengah sholat iedul fitri harus diselesaikan secara adat, bukan lewat hukum positif KUHP.

Inilah ketiga syarat konyol yang diajukan GIDI, seolah-olah mereka ini berada di tanahnya sendiri, lepas dari kedaulatan NKRI.

Menanggapi hal itu, kader Muhammadiyah yang juga pengamat intelijen, Mustofa B Nahrawardaya, mengatakan tidak mungkin  negara memenuhi tiga syarat konyol yang diajukan pihak GIDI.

“Pertama, soal pembersihan nama [GIDI]. Ini tentu tidak mungkin dilakukan oleh negara. Karena, kalau dipenuhi permintaan konyol ini, nanti semua organisasi teror itu akan melakukan hal sama. Itu implikasinya,” kata Mustofa. “GIDI ini kan sudah jelas membakar masjid, menebar ketakutan di masyarakat. Sudah pasti pelakunya ada, videonya ada. Tidak bisa ditangkal kan,” ujarnya.

Sejumlah organisasi massa yang kerap dituduh organisasi teroris padahal tidak ada buktinya saja, lanjutnya, tidak mungkin dilakukan pembersihan nama baiknya. “Apa lagi organisasi yang tindak lakunya sudah ada bukti dokumennya, ada videonya, ada surat-suratnya, kemudian ada bukti-bukti lain yang mendukung. Sangat tidak mungkin, 100 juta persen, ini tidak mungkin bisa di penuhi,” kata Mustofa.

Begitu pula soal permintaan pembebasan kedua tersangka provokator Tragedi Tolikara. Menurut Mustofa, itu juga sangat tidak mungkin dipenuhi. Karena, dalam bukti video penyerangan jamaah solat Idul Fitri pada 17 Juli 2015 lalu ada 200 orang penyerang yang terekam dalam video.

“Pelakunya itu 200 orang yang di rekaman video, sedangkan yang ditangkap baru 2, masih ada 198 orang yang belum ditangkap. Masih ada lagi pengurus GIDI yang belum ditangkap, masih ada lagi organisasi GIDI yang belum dibekukan, masih ada lagi rekening GIDI yang harus dibekukan pula. Masih ada lagi jaringan mereka yang perlu pangkas supaya tidak membesar di indonesia,” ujar Mustofa.

Tidak mungkin, tambahnya, para pelaku itu dibebaskan. Justru yang diinginkan oleh umat Islam, semua pelaku dan aktor intelektualnya ditangkap untuk memberi efek jera dan tidak dilakukan di lain waktu.

Mengenai permintaan ketiga terkait penyelesaian Tragedi Tolikara secara hukum adat, kata Mustofa lagi, itu bisa dilaksanakan bersamaan dengan penegakan hukum positif.

“Dua-duanya dilakukan, hukum positif juga dilakukan. Saya sudah biasa meneliti di Papua. Karena itu, kalau ada orang nabrak orang, dia dihukum positif juga, yaitu di sidang di pengadilan, tapi juga disuruh melakukan mengganti dengan babi. Jadi, dua-duanya dilakukan,” tuturnya.

Hukum positif harus ditegakkan, lanjutnya, seiring dengan hukum adat. Sebab, hukum adat itu soal ikatan local wisdom. “Di Indonesia juga sering kok orang berbuat pidana kemudian dia melakukan perdamaian. Ini sebenarnya hukum adat, dia memaafkan pelakunya, tetapi hukum positif tetap berjalan. Artinya, enggak ada balas dendam,” kata Mustofa.

Hal senada juga disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Nazaruddin Sjamsudin, lewat akun Twitter-nya pada Ahad siang. Menurut dia, permintaan pihak GIDI tidak bakal dipenuhi. “Enggak bakalan dipenuhi, kecuali mau ribut,” tulisnya, menanggapi respons follower-nya yang khawatir permintaan GIDI itu dipenuhi pemerintah. Bagaimana Jokowi-JK? Apakah mau menuruti permintaan konyol GIDI yang berarti ngajak ribut dengan Umat Islam Indonesia dan juga merendahkan kedaulatan NKRI? (rd)