Gus Nur Ditangkap, Hukum Makin Suka-Suka?

Semestinya, dengan asas hukum equality before the law, Deni Siregar langsung ditangkap. Tak butuh undangan klarifikasi. Atau jika itu tidak dilakukan, semestinya Gus Nur juga diundang dulu untuk dimintai klarifikasi, bukan langsung ditangkap, dijemput paksa dini hari.

Asas hukum suka-suka yang dipertontonkan Polri semakin membuat publik ragu, apakah proses hukum terhadap Gus Nur, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, Ali Baharsyah, dan banyak aktivis kontra rezim, sebagai murni penegakan hukum. Kapolri Idham Azis semestinya merasa malu, institusi yang dipimpinnya menerapkan model penegakan hukum yang penuh arogansi.

Patut diduga, institusi kepolisian saat ini telah berubah menjadi alat kekuasaan. Model penegakan hukum bukan ditegakkan atas adanya unsur pidana, tetapi adanya unsur perbedaan pandangan politik dengan penguasa. Yang berbeda pandangan ditindak, sementara yang sejalan dan membela rezim dibiarkan bebas dan terus memproduksi ujaran yang menyakiti hati umat.

Bukan hanya Deni Siregar, sejumlah nama seperti Ade Armando, Sukmawati, Fiktor Laiskodat, Abu Janda, Ahmad Muafiq, hingga hari ini masih bebas berkeliaran atas nama hak kebebasan berbicara.

Sementara itu, Gus Nur, Ali Baharsyah, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Despianor, harus mendekam di penjara karena menyuarakan aspirasi yang berbeda dengan penguasa. Aktivis dan ulama terus dikriminalisasi, sedangkan para penebar perpecahan, penista agama, para penghujat Islam dan ulama, masih terus bebas berkeliaran.

Sebagai praktisi hukum, penulis nyaris kehilangan kata-kata. Sebab, tindakan suka suka ini sulit dicarikan alasan pembenar. Baik secara formil maupun materil, cita penegakkan hukum semakin jauh panggang dari api, asa due proces of law, seperti hanya ada dalam teori.

Hukum ditegakkan diatas rel kekuasaan, semua unsur pidana harus diselaraskan dengan kemauan penguasa. Jika melawan penguasa, bukan pidana pun bisa dipidanakan. Namun jika membela penguasa, pidana bisa ditipiskan bahkan dihilangkan unsurnya.

Segenap rakyat Indonesia juga sudah kehilangan kata-kata, entah nasehat apa yang musti disampaikan kepada penguasa. Mungkin, harapan terakhir hanya tinggal berdoa, mendoakan semua nama yang berbuat zalim kepada para ulama dan umat Islam, agar segera bertaubat kepada Allah SWT. Namun jika tidak segera bertaubat, semoga Allah SWT segera mengazabnya dengan azab yang sepedih-pedihnya. [].