Kedaulatan Rakyat di Negeri Ini, Akankah MK Menambah Tragedi Baru?

Eramuslim – Negeri ini menangis. Pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi berubah jadi tragedi. Lebih dari 700 petugas KPPS meninggal. Belasan ribu sakit. Mulai dari sakit ringan hingga sakit berat. Delapan orang wafat ketika protes terhadap pemilu yang dianggap sarat kecurangan. Sebagian dari mereka yang mati adalah remaja. Dua orang diantaranya mati karena tertembak peluru tajam.

“Sejumlah tokoh dan ulama yang kritis ditangkap dan dijadikan tersangka. Sebagian dituduh makar. Dijebloskan ke penjara dengan ancaman hukuman yang memberatkan. Pelanggaran yang sama tak berlaku bagi mereka yang mendukung penguasa. Disinilah keadilan patut diperjuangkan.”

Demikian pernyataan sikap Koordinator Lapangan Gerakan Kedaulatan Rakyat, Dr. Dr. Abdullah Hehamahua saat melakukan aksi damai disela-sela sidang perdana sengketa hasil Pemilu di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jum’at (14/6/2019).

“Banyak yang menyebut pemilu kali ini adalah yang terburuk di sepanjang sejarah demokrasi Indonesia. Paling curang dan paling brutal. Terjadi pelanggaran yang transparan dan telanjang,” ungkap Abdullah.

Di sisi lain, penguasa yang diharapkan ikut bertanggungjawab untuk meredakan dan menstabilkan situasi tak kunjung hadir. Bahkan dicurigai ikut terlibat, atau setidaknya mendiamkan tragedi itu terjadi hingga berlarut-larut.

“Sebuah tragedi yang membuat suasana tegang dan bahkan mencekam bagi rakyat. Negara ini seolah kehilangan pemimpin yang bisa menjamin rasa aman bagi rakyatnya,” tandasnya.