Kemenangan Mahathir Harus Jadi Pelajaran Dari Pemilu di Indonesia

“Karena ini terkait kehidupannya. Saya kira dampak ekonomi langsung ke generasi muda, itu kenapa Mahathir menang,” kata Alfitra.

Pelajaran selanjutnya adalah minimnya politik identitas dalam Pemilu Malaysia, jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Padahal, Malaysia negara yang cukup majemuk yang cukup terkenal rasial, dengan beberapa etnis seperti Melayu, Cina dan India.

Kata Alfitra, isu SARA masih berhembus kencang dalam Pemilu 2009 dan 2013 silam. Beberapa isu yang menonjol antara lain adalah tentang melayunisasi dan etnis china.

“Sekarang hampir-hampir habis. Menurut saya patut dicontoh di Indonesia, politik SARA di pemilu sekarang hampir nihil, meskipun hoax-hoax di sana-sini masih muncul,” papar dia.

Selain itu, menurut Alfitra, generasi muda disana tidak termakan dengan berbagai kabar hoax tersebut. Sebab, Mahathir mampu memberikan sentuhan-sentuhan berhubungan dengan generasi millenial.

“Kalau di sini, hoax politik, macem macem, tidak menyentuh anak muda,”

Namun demikian, kata Alfitra, apabila berbicara kedewasaan politik, Malaysia sebanarnya baru saja move on, terutama soal isu SARA tersebut.

“Kalau dari segi SARA, Malaysia itu sebenarnya terlambat, baru sekarang dia berhenti. Dahulu selama hampir 60 tahun isu sara menonjol,” ujar dia menambahkan.

Ia menambahkan, justru isu yang kencang adalah isu terkait ekonomi dan korupsi yang kemudian digunakan Mahathir untuk memenangkan pemilu. Namun demikian, Mahathir menyebut, sistem pemilu di Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan Malaysia yang menggunakan sistem distrik.

“KPU mereka juga seperti zaman Orba, menjadi instrumen pemerintah, disana tidak ada Bawaslu atau DKPP seperti di kita,” kata Alfitra. (kl/aktual)