KH Salahuddin Wahid : Struktur NU Tak Boleh Instruksikan Pilih Jokowi-Maruf

Bagaimana masa depan NU paska Pilpres? Bagaimana dengan narasi Pilpres 2019 yang dianggap sebagai perang ideologi? Berikut wawancara khusus INILAH.COM dengan tokoh senior NU ini:

Di sebuah harian nasional Anda menulis tetang khitah NU. Apa sebenarnya yang mendasari kegelisahan Anda terkait dengan situasi NU hari ini?

Pertama, kita melihat struktur NU telah keluar dari rel khitahnya. NU tidak boleh berpolitik praktis. NU harus berada di wilayah masyarakat sipil. Karena peran NU sebagai masyarakat sipil, membuat NU dihargai orang. Jadi kemarin ada usul NU dan Muhammadiyah mendapat hadiah nobel itu bukan karena politik praktis, tapi karena politik kebangsaan dan keumatan.

Kedua, struktur NU ini menyuruh warga NU untuk memilih Jokowi-Maruf Amin, saya pikir tidak boleh (hal tersebut) dilakukan. Padahal kalau didiamkan saja, warga NU asalnya akan memilik Pak Maruf. Tapi karena NU menekan maka akan ada reaksi, apalagi dengan cara yang disampaikam KH Anwar Iskandar, itukan tidak betul.

Seperti jika yang menang Paslon 02 maka tahlil dilarang, peringatan hari santri dibatalkan, itu membohongi masyarakat. Sandiaga Uno ditanya oleh sepupu saya, Irfan Yusuf “Apa betul kalau yang menang 02 akan menghapuskan hari santri akan mengecilkan NU?”. Sandi menjawab tidak betul. Sandi itu anggota NU, dia punya Kartu NU. Ada lagi video yang lain “Kalau yang pilih PKS, maka baiat NU batal”. Di PKS itu banyak orang NU. Ini membodohi masyarakat. NU tidak boleh masuk masyarakat politik, harus di masyarakat sipil. Supaya NU mengawasi politisi. Kalau NU bersama-sama politisi maka tidak bisa kritis lagi.