Korlap Shafa Community: Surat Dari Garis Depan

aksi-damai-malam

Eramuslim.com – Jumat, 4 November 2016, Jam 10 pagi, saya tiba di Masjid Istiqlal. Masjid penuh. Untuk masuk saja, luar biasa sulit. Antusiasme umat Islam Indonesia nyatanya begitu besar. Allaahu Akbar!

Salah seorang pengurus Masjid Istiqlal sampai mengumumkan untuk menghemat air. Mengingat begitu banyaknya jamaah dari penjuru tanah air yang berdatangan sejak Kamis malam dan Jumat dini hari.

Selasar masjid, aula utama, lantai atas penuh sesak ketika mendekati waktu sholat Jumat. Sejujurnya, sangat jarang saya sholat Jumat di Istiqlal kecuali ada suatu momen. Begitu pun ketika saya sholat Jumat di Aksi Bela Islam Jilid I di hari Jumat, 14 Oktober, 3 pekan sebelum Aksi Bela Islam Jilid II ini.

Ketika itu, massa aksi belum sebanyak jilid II. Kami ketika itu masih punya cukup ruang untuk bergerak. Masih dapat menunggu kawan seperjuangan, “Kita ketemu di sini ya”. Hal itu memungkinkan 3 pekan lalu. Namun, hari itu, Jumat, 4 November, massa aksi terlalu banyak. Sangat padat.

Kalau kata Pakde saya, ini seperti thawaf ketika berhaji. Kita hanya bisa mengikuti arus pergerakan manusia. Sekali lagi, karena begitu banyaknya manusia. Yang, kalau Presiden Jokowi bilang aksi ini ada aktor politiknya, saya mau teriak di depan sang Presiden, “Itu tidak mungkin!”.

Saya ingin mengatakan, analisis boleh, berbagai dugaan boleh. Mungkin karena beberapa orator ataupun tokoh dari berbagai latar belakang muncul dalam aksi ini. Saya hanya berhusnudzon, para tokoh ini tampil semata-mata mereka hadir karena memiliki semangat yang sama, amarah yang sama. Opini silakan, namun, jika Anda merasakan semangat itu. Semangat membela kitab suci kami, semangat bergotong royong, semangat berbagi, maka Anda bisa mengetahui, dari lubuk hati nurani Anda, tentang sandiwara atau tidaknya aksi ini.

Saya mau bilang, tidak benar! aksi ini sandiwara. Saya percaya alim ulama yang hadir. Saya percaya Habib Rizieq Shihab, saya percaya Ustadz Bachtiar Nasir, saya percaya Aa Gym, saya percaya Ustadz Arifin Ilham, dan saya percaya para alim ulama yang hadir dalam aksi.

Unpredictable
Sebagai alumnus Aksi Bela Islam Jilid I, saya tak mengira massa aksi yang akan turun akan ratusan kali banyaknya dibandingkan jilid I. Betul-betul di luar prediksi saya.

Massa yang begitu banyak, komunikasi yang terhambat, dan simpang siurnya informasi terjadi dalam aksi kali ini. Mungkin GNPF-MUI pun tak menyangka sebegitu hebatnya cinta Muslim Indonesia kepada kitab sucinya. Allaahu Akbar!

Siang hari sampai dengan menjelang maghrib, saya tertahan di sekitaran gambir. Sekitar jam 3-an, massa aksi diberitahu bahwa terjadi blokade di depan, beberapa peserta aksi tumbang. Pingsan. Oleh karena itu, ada seorang peserta berinisiatif memberitahu hal tersebut. Kami pun wuquf (berhenti) di sana sembari mengumpulkan energi dan tenaga.

Singkat cerita, Alhamdulillaah, saya dapat sholat maghrib dan isya di Masjid Bank Indonesia. Setelahnya, saya mendapat kabar bahwa kericuhan terjadi, segera saya menuju ke lokasi. Singkat cerita, aksi di depan istana negara bergeser ke depan gedung MPR/DPR.

Dalam perjalanan menuju DPR/MPR dengan berjalan kaki dari patung kuda sampai sudirman, saya bersama massa aksi lainnya sangat terkejut ketika mendapati Bapak Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama hadir. Sendirian. Tanpa pengawalan dengan muka yang ada pasta gigi di bawah matanya.

Allaahu Akbar! kami langsung secara bersamaan membentuk border untuk beliau. Ada beberapa peserta aksi yang langsung mencium tangan beliau. Kami berjalan beriringan sembari melantunkan sholawat. Kami tak mengira menteri agama turun ke jalan dan berjalan kaki bersama kami dari bundaran HI sampai Sudirman.

Tak berapa lama, mungkin karena tak tega, seorang peserta kemudian membonceng Pak Lukman dengan motor bebeknya untuk kemudian melanjutkan perjalanan.

Keteladanan Pemimpin
Ada hal yang ingin saya highlight di sini. Tentang keteladanan Habib Rizieq dan Ustadz Bachtiar Nasir. Tanpa mengecilkan kehadiran para pemimpin, ulama, dan habaib lain, beliau berdua membersamai kami, dari awal hingga akhir. Mereka tidak tidur saya rasa, mereka terjaga untuk kemudian berdiskusi dengan pimpinan MPR DPR.

Aksi di depan gedung MPR DPR baru berakhir sekitar pukul 4 pagi. Ketika para peserta beristirahat, saya percaya kedua tokoh dan para ulama yang membersamai beliau masih terjaga. Mereka menunjukkan keteladanan. Sebagai pemimpin, mereka menjadi yang paling akhir dalam istirahat, namun paling depan di barisan para pejuang.

Sebelumnya, ketika jam menunjukkan di atas jam 23.00 (saya tak ingat persis jam berapa), mobil komando datang, Habib Rizieq masih bersuara meskipun suaranya sudah serak. Dan di pagi hari, para pemimpin kita sudah harus siap untuk melakukan konferensi pers.

Begitulah keteladanan pemimpin Islam. Salam takzim untuk para ulama dan pemimpin GNPF-MUI. Para pejuang di garis terdepan.

Kami akan terus membersamaimu. In syaa Allah. Allaahu Akbar! [ts]

by. Ghulam Azzam Robbani