LIPI; Presidential Threshold 20% Membunuh Hak Rakyat

Eramuslim – Ambang batas pencapresan atau presidential threshold 20 persen masih diperdebatkan oleh berbagai pihak. Sebab, dengan aturan ini partai politik tidak mungkin bisa mengusung pasangan capres dan cawapres sendirian. Maka dari itu, aturan pencapresan ini banyak digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh berbagai kalangan.

Peneliti Pusat Politik LIPI, Lili Romli, mendukung gugatan uji materi atas presidential threshold 20 persen. Sebab, menurut dia, pencapresan tanpa syarat ambang batas sudah tercermin melalui bunyi UUD 1945.

Romli mempertanyakan mengapa terjadi penyimpangan dari Pasal 6A UUD 1945. Ia heran mengapa capres yang diusung gabungan partai dimaknai melalui persentase.

“Terjadi pembajakan dan penyimpangan dari pasal 6A UUD 1945 hasil amandemen itu. Bahwa presiden dan wapres diusulkan oleh partai atau gabungan partai politik, tetapi mengapa gabungan partai itu dimaknai dengan persentase,” kata Romli di Sekretariat ILUNI UI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/7)

Selain itu, Romli mengatakan Pasal 222 Tentang Presidential Threshold di UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, cenderung diskriminatif untuk partai politik baru.

“Belum lagi, dengan pasal 222 ini yang lebih aneh membunuh hak konstitusional parpol baru. Parpol baru tak berhak mencalonkan presiden padahal dia peserta pemilu,” jelasnya.

“KPU bingung kan. Parpol bukan pengusung, tapi pendukung. Dia hanya menonton, tidak bisa masuk logo di surat suara. Dia membunuh hak rakyat, pun parpol yang secara konstitusional,” imbuhnya.