Mahfud MD: Kalau Definisinya Salah, Nanti Bisa Salah Tangkap

Mahfud juga mengingatkan, jangan sampai hanya karena ada perdebatan definisi terorisme dalam pembahasan RUU Terorisme menyebabkan penyelesaian RUU tersebut kembali molor. Karena menurutnya, selama ini ada fenomena penyusunan produk hukum digantungkan lantaran belum ditemukan kesepakatan.

“Harusnya dicari kesepakatannya seperti apa, Hukum kan harus begitu, harus ada penyelesaian akhir. Selama ini kan fenomenanya, kalau tidak disepakati, digantung. Itu tidak bagus. Karena lembaga politik itu justru untuk mengambil keputusan,” tutur dia.

Karena itu, Mahfud berpendapat, definisi terorisme tetap harus dimuat di dalam RUU Terorisme. Namun, bila kemudian definisi yang dibuat tersebut keliru secara konstitusional, cukup diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk diperbaiki.

“Kalau misalnya tidak memuaskan masyarakat, kan bisa diperbaiki di MK melalui judicial review, jangan digantung begitu-begitu saja,” kata mantan Ketua MK ini.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Antiterorisme, Muhammad Syafii kemarin mengatakan RUU Antiterorisme sudah hampir selesai. Bahkan ia bilang persentasenya sudah 99,9 persen, dan hanya soal definisi yang belum rampung.

“Jadi Rabu nanti pembahasan kita tunggal, untuk menyikapi apa itu terorisme, tidak ada yang lain,” tutur Syafii.

Syafii melanjutkan, pemerintah juga sudah satu suara dengan definisi terorisme yang diusulkan Panglima TNI, Kapolri, Menteri Pertahanan, Menko Polhukam, dan usulan Prof. Muladi. Mereka mengusulkan, di dalam definisi terorisme, selain ada tindakan kejahatan yang bisa menimbulkan ketakutan masif, menimbulkan korban, merusak objek vital yang strategis, tapi juga mengancam keamanan negara dan punya tujuan politik serta ideologi.

“Semua satu suara tentang itu, makanya kita heran kalau kemudian dalam rapat pansus itu pihak Densus menolak, ada apa?,” ujarnya.

Alasan Densus menolak definisi tersebut, lanjut Syafii, karena bisa mempersempit ruang gerak. Ia pun mempertanyakan alasan itu karena penangkapan teroris memang seharusnya tidak dilonggarkan.

“Di negara hukum, aparat penegak hukum pada dasarnya tidak ada kewenangan apa pun kecuali yang diberikan hukum itu sendiri,” tuturnya. (republika)