Pengacara Korban First Travel Heran: Uang Jamaah Kok Untuk Negara?

Eramuslim.com – Kuasa hukum korban penipuan biro jasa umrah First Travel, Luthfi Yazid, heran terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Depok. Majelis memutus bahwa seluruh aset yang menjadi barang bukti dirampas untuk negara.

Artinya, aset tersebut tidak dikembalikan kepada jamaah yang gagal berangkat umrah. Luthfi menuturkan, perlu ada klarifikasi lebih lanjut untuk menjelaskan apa maksud dirampas untuk negara itu.

“Harus diperjelas dong, dikembalikan ke negara itu bagaimana,” kata dia, Rabu (30/5).

Menurut Luthfi, aset sitaan yang menjadi barang bukti ini sudah jelas berasal dari uang calon jamaah First Travel. Karena berasal dari jamaah, maka seharusnya dikembalikan kepada jamaah, bukan negara. Jika aset sitaan tersebut hasil korupsi terhadap uang negara, barulah wajar jika dirampas untuk negara.

“Kalau kembali ke negara kan itu kalau uang korupsi, ini wajar dong. Karena itu kan uang rakyat yang dicuri. Lah ini kan uang jamaah, masa pemerintah mengambil uang jamaah. Mestinya ini diluruskan saja, dibongkar saja, apa susahnya, kan kasihan, karena kan enggak fair,” ujar dia.

Apalagi, lanjut Luthfi, uang yang dikumpulkan korban First Travel untuk bisa beribadah umrh ini tak sembarang didapatkan. Ada yang mengumpulkannya dari hasil berjualan gorengan, sayuran, hingga uang lembur maupun pensiun.

“Lah ini kok kembali ke negara,” ungkap dia.

Luthfi juga mengingatkan soal Keputusan Menteri Agama nomor 589 tahun 2017 yang ditetapkan pada 1 Agustus 2017. Melalui KMA ini, First Travel tidak hanya dicabut izinnya, tapi juga tetap berkewajiban mengembalikan seluruh biaya jamaah umrah yang telah mendaftar atau melimpahkan seluruh jamaah umrah yang telah mendaftar kepada PPIU lain tanpa menambah biaya lagi.

Majelis hakim telah menjatuhi hukuman kepada terdakwa Andika Surachman dengan penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar. Sementara istrinya, Annisa Desvitasari Hasibuan, dihukum penjara 18 tahun dan denda Rp 10 miliar. Kiki Hasibuan, dijatuhi pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar.