Prof. Budyatna: Jokowi Harus Belajar Dari Sejarah Soeharto

jokowiEramuslim.com – Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Budyatna, mengingatkan Presiden Jokowi untuk memerintahkan Kapolri Jendral (Pol) Badrodin Haiti agar segera mencabut Surat Edaran Kapolri /06/X/2015 mengenai Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech. Surat edaran itu, menurut Budyatna, kalau diterapkan akan menjerumuskan Jokowi seperti halnya kekuasaan Soeharto di era Orde Baru.
“Surat edaran ini kan seperti pasal-pasal yang diterapkan di era orde baru bagi pihak-pihak yang berani mengkritik pemerintahan saat itu, sehingga saat itu tidak ada yang berani mengkritiknya karena takut akan langsung ditangkap. Jika tidak mau bernasib sama seperti Soeharto maka Jokowi harus segera memerintahkan kapolri untuk mencabut surat edarannya itu,” ujar Budyatna kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/11/2015).
Menurut Budyatna, Jokowi harus belajar dari sejarah Soeharto bahwa orang-orang yang suka menjilat pada dirinya saat itu, justru menjadi orang pertama yang membalikkan badan terhadapnya.
”Jangan dipikir orang yang seolah-olah ingin membuat kita senang atau menjilat itu baik. Justru orang-orang  yang bermulut manis yang harus diwaspadai karena orang-orang seperti  inilah yang  akan balik badan pertama kali jika terjadi sesuatu,” tambahnya.
Budyatna sendiri melihat sesuatu yang  menjadi trend di sosial media susah untuk dikendalikan, terlebih saat ini dengan teknologi satu pesan bisa langsung sampai kepada jutaan orang dengan cepat.
”Jika ada politisi salah ngomong, maka akan cepat menyebar. Mungkin  ini yang menjadi dasar kapolri menerbitkan surat itu karena semakin hari semakin banyak dan masif orang yang mengkritik Jokowi di sosmed, dan akan semakin banyak laporan yang masuk yang akan membuat polisi kewalahan jika harus ditangani” ujar Guru Besar FISIP UI ini lagi.
Di sisi lain menurut Budyatna ada masalah serius dalam memahami arti simbol negara diantara para penegak hukum. Dia pun mencontohkan Kadivhumas Polri, Anton Charliyan yang menganggap sosok presiden sebagai pribadi sebagai sebuah simbol negara. Padahal sebagai penegak hukum seharusnya aparat Polri memahami bahwa presiden bukanlah simbol negara seperti yang tertera dalam UUD.
“Ketika SBY dimaki-maki, SBY melaporkan hal itu menggunakan pengacara pribadi dan bukan alat negara seperti Polisi. Pengacara SBY lah yang aktif mensomasi pihak-pihak yang melecehkan SBY saat itu. Tapi kalau dalam kasus ini, nampaknya pihak kepolisian yang pro aktif melakukan langkah-langkah untuk mengurangi serangan pribadi kepada Jokowi. Terkesan jadinya polisi bekerja untuk Jokowi sebagai pribadi,” tandasnya.
Munculnya Pasal Ujaran Kebencian ini sendiri awalnya dikemukakan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Anton Charliyan di Kompleks Mabes Polri, Senin (2/11/2015) terkait foto Jokowi dengan suku Anak Dalam di Jambi yang dikabarkan di rekayasa. Anto saat itu mengancam meski polri belum bisa memproses hal kasus ini karena tidak ada aduan, namun pengusutan akan tetap dilakukan untuk kepentingan intelijen.
“Kalau tidak ditempuh dengan hukum, akan dijadikan data intelijen,” ujar Anton.
Menurut Anton, secara prinsip Polri tidak bisa diam saja melihat simbol negara diperlakukan tidak pantas. “Kita harus tahu bahwa Presiden itu simbol negara. Apa bangsa kita senang menjatuhkan simbol-simbol negara? Biasanya orang yang menjatuhkan simbol negara, bisa jadi, nantinya menjatuhkan negara juga. Ini yang harus diwaspadai,” ujar dia.
Heboh foto Jokowi dengan suku anak dalam ramai di media sosial karena foto itu kabarnya merupakan rekayasa. Rekayasa yang dimaksud adalah rangkaian foto yang seolah-olah menunjukkan Jokowi terlebih dahulu berbincang dengan suku anak dalam berbaju lengkap. Lantas Jokowi dicitrakan seolah-olah kembali berfoto dengan orang-orang tadi, namun dengan pose orang-orang tadi tak memakai baju lengkap, supaya terlihat seperti Suku Anak Dalam yang asli.
Padahal menurut pernyataan Istana, awalnya Jokowi bertemu orang-orang Suku Anak Dalam yang belum berpakaian lengkap. Lantas pihak Jokowi mempersilakan mereka berpakaian lengkap.(ts/posmetro)