Rocky Gerung: Soal Tukang Bakso, Megawati Terpeleset Lidah!

Hersubeno mengungkap, pernah terjadi juga waktu masalah rebus-rebusan dulu itu, soal Megawati yang mempersoalkan emak-emak kenapa meributkan harga-harga minyak, kemudian dibikin acara rebus-rebusan di PDIP.

Rocky menjelaskan, kalau analis menganggap ada pola yang sudah final pada Megawati, yaitu kurang paham tentang empati pada rakyat kecil. Bahwa Mega adalah pemimpin wong cilik itu simbol perlawanan yang dari zaman Orde Baru kita justru jagokan Megawati.

Tetapi, setelah itu Megawati jadi elitis dan ketika mengkritisinya kurang tepat sebetulnya dalam menyapa wong cilik. “Kan tukang bakso tetap merasa bahwa kok didiskriminasikan, lalu diundang. Itu namanya dikasih gula-gula setelah dapat kopi pahit,” kata Rocky Gerung.

“Jadi kita tetap musti waspadai karena ini bangsa yang sangat peka dengan soal-soal kesenjangan ekonomi dan rasialisme. Saya mau terangkan itu bukan untuk membongkar ulang peristiwa itu tapi untuk mengingatkan bahwa Bung Karno mengajarkan kebangsaan, kesamarataan,” tegas Rocky.

Nggak ada sinyal sedikit pun di situ tentang rasialism atau pelecehan profesi. Kita di FNN membahas ini karena masih viral dan banyak orang kadang lupa konteksnya, maka kita kasih konteks akademis. Bahkan sudah ada istilah bahwa Ibu Mega kok pakai istilah rekayasa genetik,” lanjut Rocky.

“Mungkin Ibu Mega kurang mengerti masalah itu dan harusnya dikoreksi oleh kalangan itu. Kan istilah rekayasa genetika itu istilah fasis. Istilahnya Adolf Hitler. Eaugenic, mengagung-agungkan satu gen. Eau artinya yang bagus; genic artinya gen,” tambahnya.

Nggak ada gen yang bagus pada diri manusia, karena itu enggak perlu ada rekayasa genetika. Itu soalnya. Jadi, humanity first, itu yang hendak kita beritahu pada Ibu Mega,” ungkap Rocky.

Jadi kita memberitahu sesuatu yang secara faktual di dalam sejarah dunia itu buruk, istilah rekayasa genetika. Semoga Megawati mengerti sebagai seorang Profesor bahwa soal-soal sejarah itu penting untuk kita koreksi, lepas dari soal retorika yang akan dibela oleh PDIP.

“Tapi saya sebagai akademisi yang pernah mengajar bertahun-tahun soal sosiologi dan genetik itu harus terangkan itu,” tegasnya.

Menurut Hersubeno, kemarin juga sempat dipersoalkan aktivis HAM Natalis Pigai, ada Wamen dari Papua yang kader PDIP, Megawati menganalogikan seperti kopi dan susu, itu ternyata menjadi persoalan juga buat teman-teman di Papua.

“Jadi saya kira memang poinnya adalah kita lihat bahwa bagaimanapun Ibu Mega adalah tokoh bangsa ini dan beliau jadi panutan. Jadi, next memang kelihatannya beberapa hal yang disampaikan mesti lebih hati-hati supaya tidak disalahpahami. Mungkin maksudnya memang bercanda,” tegasnya. [FNN]