SE Hatespeech, Polisi Harus Tangkap Pendemo Tolak Masjid di Manokwari

manokwariEramuslim.com – Direktur An Nashr Institute, Munarman SH mendesak Polri untuk menjalankan Surat Edaran Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti, soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech Nomor SE/06/X/2015 yang diteken pada 8 Oktober 2015 lalu.

Menurut Munarman, inti Surat Edaran tersebut adalah imbauan seorang komandan -dalam hal ini Kapolri- kepada anak buahnya di seluruh Indonesia untuk menjalankan tugas sebaik-baiknya untuk menindak para penebar kebencian.

“Sebenarnya surat itu intinya imbauan berasal dari komandan untuk anak buahnya supaya anak buahnya itu bekerja, khususnya dimana sudah ada perundang-undangan yang berlaku seperti KUHP, Undang Undang Anti Diskriminasi, Undang Undang ITE dan lain-lain,” kata Munarman sepert dilansir Panjimas.com (4/11).

Dengan demikian, berdasarkan Surat Edaran Kapolri tersebut, institusi Polri seharusnya bisa konsisten dan segera bekerja menindak para penebar kebencian tanpa pandang bulu.

Apalagi, seiring dengan diterbitkannya Surat Edaran, berbagai ujaran kebencian justru muncul, diantaranya adalah penolakan pembangunan masjid di Manokwari, Papua Barat.

“Harusnya Polri konsisten, kalau itu mau diterapkan dan aturannya itu sudah ada, maka bekerjalah untuk menangkapi orang-orang di Manokwari yang menghasut supaya masjid tidak berdiri, bekerjalah untuk menangkap orang-orang Tolikara yang menghasut membakar masjid, bekerjalah untuk menangkap orang-orang di Aceh Singkil yang menghasut ingin menjadikan Singkil dan Aceh sebagai Ambon,” tegasnya.

Apabila hal itu tidak dilakukan oleh Polri, Munarman menduga, jangan-jangan Surat Edaran tersebut hanya ditujukan untuk menjerat para ulama dan aktivis Islam saja.

Untuk diketahui, dalam surat edaran tentang penanganan ujaran kebencian atau hate speech Nomor SE/06/X/2015 yang diteken pada 8 Oktober 2015 lalu, disebutkan pada huruf (h) bahwa “ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:

  1. Dalam orasi kegiatan kampanye,
  2. Spanduk atau banner,
  3. Jejaring media sosial,
  4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi),
  5. Ceramah keagamaan,
  6. Media massa cetak atau elektronik

Pada huruf (i), disebutkan bahwa “dengan memperhatikan pengertian ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan atau penghilangan nyawa.”(ts/panjimascom)