Taktik Licik Buzzer Politik

Eramuslim – Pendengung alias buzzer media sosial memiliki peranan penting dalam kampanye politik. Dengungan yang teramplifikasi dengan keberadaan media sosial ini menjadi cara untuk mendorong suatu wacana atau isu kepada masyarakat.

Jelang pilpres 2019 yang berlangsung dalam era digital, tak dipungkiri lagi para calon kepala negara ini mau tak mau juga harus bertarung di dunia maya.

Namun, bagaimana para buzzer ini berhasil menarik hati para warganet dan masyarakat luas? 

Mantan buzzer Rahaja Baraja (bukan nama sebenarnya) membagikan cara kerja timnya ketika masih terlibat dalam salah satu partai pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017 lalu.

Rahaja menjelaskan dirinya mengetuai satu tim kecil yang berjumlah 10 orang. Rahaja menjelaskan dirinya dibayar oleh salah satu partai yang mendukung salah satu pasangan calon. Timnya menangani 200 akun media sosial.

Partai tersebut memiliki tim besar, Rahaja mengatakan tim besar berjumlah 100 orang, tim besar ini menangani seribu akun media sosial. Jumlah tersebut baru dari satu partai, tentunya minimal dalam satu koalisi ada tiga sampai empat partai.

Tak heran apabila konten-konten yang dicanangkan buzzer ini seolah-olah terlihat sebagai suara publik, bukan pihak-pihak tertentu.

Rahaja mengatakan isu atau wacana tersebut berasal dari tim kampanye politik suatu paslon atau partai politik. Kemudian Rahaja dan timnya akan mengerahkan akun-akun influencer yang sudah direkrut sebelumnya. Akun-akun influencer ini minimal memiliki seribu sampai dua ribu pengikut di Twitter atau Instagram.