Sri Mulyani Mulai Melirik Potensi Zakat

Eramuslim – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pengelolaan dana zakat di Indonesia masih belum dilakukan secara optimal, padahal sistemnya bisa dilakukan sama seperti pemerintah mengelola dana pajak.

Keinginan ini diungkapkannya Sri Mulyani dalam acara 2nd Annual Islamic Finance Conference (AIFC) 2017 di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta, Rabu (23/8).

Sri Mulyani menyebut ekonomi berbasis Islami dan keuangan syariah dengan konsep yang khas telah berkontribusi dan akan terus mendukung tercapainya tujuan pembangunan.

Apalagi, ekonomi berbasis islam berdiri di atas seperangkat tujuan komprehensif yang telah dirumuskan oleh para ulama Islam sebagai tujuan syariah, yaitu perlindungan agama, perlindungan hidup, perlindungan intelek, perlindungan keturunan, dan perlindungan kekayaan atau harta benda.

“Ekonomi berbasis Islam dalam banyak hal telah selaras dengan tujuan pembangunan PBB. Zakat dan wakaf, misalnya juga telah banyak digunakan sebagai instrumen untuk mengangkat kualitas hidup dan sekaligus meningkatkan status ekonomi masyarakat miskin,” kilah Sri Mulyani.

Dia menceritakan, bahwa masih ada sekelompok orang yang mengerti zakat hanya sebagai kewajiban tahunan yang dibayar pada akhir Ramadan, yakni zakat fitrah. Padahal, ada jenis zakat yang jarang dipenuhi atau dibayar seperti zakat maal.

Belum taatnya pembayaran zakat maal, kata Sri Mulyani, dimungkinkan karena pemahaman tradisional bahwa objek zakat maal hanya emas, perak, pertanian, peternakan, dan pertambangan.

“Pemahaman ini tidak sepenuhnya salah karena kebanyakan harta benda pada saat itu berada dalam bentuk itu. Tapi saat ini harta atau kekayaan bisa dalam bentuk yang jauh berbeda seperti saham, sukuk, dan upah atau gaji, bahwa jika kita mengikuti definisi kekayaan klasik mungkin bukan objek zakat,” papar dia.

Sama seperti pajak, kata Sri Mulyani, zakat maal ini harus dibebankan kepada aset produktif atau tumbuh, sebagai kelebihan kebutuhan dasar yang sudah dimiliki sempurna memenuhi kuantitas, dan bertahan dalam jangka waktu tertentu. Menurut dia, dengan adanya pembayaran zakat maal, maka potensi koleksi zakat juga meningkat.

Sri Mulyani berharap pengelolaan zakat seperti pajak dapat menyelesaikan masalah pengelolaan zakat di banyak negara Islam termasuk Indonesia. Sebab, selama ini kewajiban membayar zakat disalurkan secara informal melalui keluarga, teman atau badan amal keluarga, sehingga menyebabkan pengelolaan zakat belum optimal.

Mungkin ibu Sri Mulyani lupa bahwa harta zakat hanya dapat diperuntukan kepada 8 asnaf yang telah ditetapkan langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ketetapan ini tidak dapat di ubah ataupun diganggu gugat, apalagi digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur. Dtk/Ram)