YLKI: Awas Produk Palsu Makanan Cina Banjiri Indonesia

Eramuslim – Setelah geger beras plastik pada tahun 2015 lalu, Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia memperingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap produk makanan palsu asal China yang banjiri pasar lokal Indonesia. Produk palsu ini terdiri dari beras, telur, susu, daging, mie instan, cokelat, kacang, dan tahu.

Masyarakat diminta waspada karena makanan ini sangat berbahaya bagi kesehatan bahkan bisa mematikan. Aparat penegak hukum dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) diminta menarik seluruh produk palsu asal China dan negara lain dari pasar. Plus sanksi hukum berat bagi produsen yang mengimpor barang tersebut.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, meminta BPOM tidak hanya sekadar memberikan edaran dan menarik produk-produk tersebut. Menurut dia, BPOM perlu memberikan sanksi hukum baik secara administrasi maupun pidana.

“Importirnya patut dicabut izin operasionalnya karena telah memasukkan produk yang tidak memenuhi standar regulasi di Indonesia, yakni proses produksi halal. Apalagi setelah ada UU Jaminan Produk Halal,” ujar Tulus di Jakarta, Jumat (11/8).

Tulus juga meminta kepolisian bertindak pro justitia dalam masalah ini. “Importir dan distributor patut dipidana karena diduga melanggar UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan, dan UU Jaminan Produk Halal,” tegas Tulus.

Sebelumnya, BPOM sempat mengeluarkan surat perintah penarikan produk mi instan asal Korea karena terbukti mengandung babi. Penarikan dilakukan karena produk itu tidak mencantumkan peringatan “Mengandung Babi” pada label kemasan.

Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Konsumen Indonesia, Firman Turmantara, mengungkapkan, perlu adanya peningkatan pengawasan hingga penegakan hukum terhadap produk buatan China yang membanjiri pasar lokal ketika menjelang Lebaran. Dan produk ini buatan Cina ini melanggar regulasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Produk Cina lebih unggul karena harganya murah meskipun soal kualitas belum tentu dijamin. Sementara kebanyakan karakter konsumen kita lebih banyak memilih harga murah dibandingkan soal kualitas,” ujar Firman di Jakarta, Jumat (11/8).

Firman menegaskan perlunya pengawasan berlapis dari pemerintah perihal proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan hingga penjualan barang atau jasa.

“Apalagi dengan semangat tinggi untuk mendapatkan market share yang besar, maka Cina telah menyusun agenda ekspansi pasar dunia atau global secara besar-besaran,” ujarnya. (PSM/Ram)