Dagelan yang Tak Mengundang Kelucuan

Oleh Ady Amar *)

ORANG boleh menyebut ini dengan aneh bin ajaib, saat logika hukum coba dinafikan, dan itu tanpa aturan hukum.

Setidaknya itu bisa terlihat dalam persidangan pembunuhan tanpa proses hukum (unlawful killing) atas tewasnya 6 syuhada laskar Front Pembela Islam (FPI), di mana tokoh utama dalam pusaran kasus itu, Habib Rizieq Shihab, dianggap sebagai pihak yang tidak perlu diminta kesaksiannya.

_Unlawfil killing_ atas tewasnya 6 syuhada itu tidak terlepas dari Habib Rizieq, bahkan kasus itu seolah bagai prangko yang menempel pada amplop, mustahil terpisahkan. Tentu jika kasus itu kita bedah secara obyektif, bersandar pada kaidah hukum itu sendiri.

Habib Rizieq mestinya menjadi pihak utama yang “wajib” didengar kesaksiannya, baik oleh Komnas HAM, polisi, dan jaksa, karena mereka yang terbunuh itu sedang mengawalnya.

Hal biasa santri mengawal ulama/kyainya, sebagaimana yang dilakukan 6 anak muda itu.

Dalam tugas pengawalan itulah peristiwa pembunuhan tragis itu terjadi, yang mustahil bisa dihilangkan dari memori publik. Penembakan yang terjadi di Km 50 tol Jakarta-Cikampek, pada 7 Desember 2020, yang dikenal dengan Tragedi Km 50.

Tepat diseberang tempat kejadian terdapat rest area, yang kini sudah tidak bisa ditemukan lagi, dibongkar-diratakan dengan tanah. Jejak rest area yang seolah ingin dikubur bersama para syuhada, yang mustahil bisa “terkubur” dengan nyenyak.

Kasus itu pastilah akan terus menghantui siapa saja yang terlibat dalam upaya penghilangan nyawa anak manusia, baik aktor intelektual maupun eksekutornya.