Dagelan yang Tak Mengundang Kelucuan

Kasus Tragedi Km 50 sudah hampir setahun, tapi baru Senin, 18 Oktober 2021 diangkat ke pengadilan. Dua terdakwa unlawful killing dihadirkan, Ipda Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan.

Satu lagi terdakwa yang semestinya dihadirkan di persidangan, yaitu Ipda Elwira Priadi Z, tapi keburu meninggal dunia, pada 4 Januari 2021. Meski luput di sidang pengadilan dunia, mustahil bisa lolos di pengadilan akhirat kelak.

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dipilih sebagai tempat disidangkannya dua terdakwa tadi. Menyita perhatian publik, terutama para keluarga yang kehilangan anak-anaknya.

Mereka, para keluarga korban, menantikan keadilan yang sebenarnya. Meski tampaknya itu sulit bisa didapat, bahkan bisa terjadi sebaliknya. Bukan keadilan yang didapat, justru kekecewaan.

Sidang pengadilan ini dihadirkan bak dagelan dan lucu-lucuan, setidaknya itu yang disampaikan Aziz Yanuar, SH, salah seorang pengacara pihak keluarga.

Tendensi pengadilan dengan corak “dagelan”, menjadi wajar jika lalu Habib Rizieq Shihab, yang masih berada di tahanan Bareskrim Polri, meminta agar Komisi III DPR RI, memanggil pihak-pihak berkompeten, diantaranya jajaran Kapolri, Jaksa Agung, Komnas HAM, Menkopolhukam dan bahkan Presiden, untuk memastikan sidang pengadilan berjalan fair.

Semestinya tanpa diminta pun Wakil Rakyat wajib mengawal jalannya persidangan, agar keadilan semestinya bisa dihadirkan.

Permintaan sewajarnya itu tampaknya belum akan direspons positif, setidaknya signal respons itu belum terdengar. Semoga itu bukan ibarat tangan menangkap angin yang tanpa hasil.

Melihat kecenderungan jalannya persidangan, di mana tersangkanya adalah polisi, dan penyelidiknya pun polisi. Layaknya semacam jeruk makan jeruk.

Ditambah lagi, jaksa penuntut umum (JPU), juga menghadirkan mayoritas saksi yang juga polisi.
Melihat “pemandangan” demikian, jika lalu muncul sikap skeptis, tentu menjadi wajar.