Din Syamsuddin dan Moralitas Cendekiawan

Sebagai cendikiawan Din memang terkenal dengan tiga pendekatan politik moralnya yang kuat, yakni 1) membangun Islam dengan jalan tanpa kekerasan. Hal ini membuat Din berbeda dengan gerakan2 massa Islam selama ini. Din mengintrepertasikan yang dibutuhkan ummat Islam adalah infrastruktur kebudayaan, seperti pendidikan, perbankan Islami, kewirausahaan, rumah sakit, televisi dan media massa, dll.

Selama 10 tahun di Muhammadiyah sebagai ketua umum, infrastruktur ini yang digenjot Din, meski selama 10 tahun dia beroposisi dengan SBY.

2) Din mengembangkan perlawanan terhadap oligarki ekonomi/ bisnis dalam menguasai sumberdaya alam. Beberapa kali Muhammadiyah di bawah Din mengajukan amandemen undang2, seperti UU Migas dan UU Sumberdaya Air ke Mahkamah Konstitusi, karena perolehan manfaat atas UU itu menguntungkan asing dan komparador lokalnya.

3) Din membangun kelompok lintas agama baik pada tingkat lokal maupun internasional. Pada tingkat lokal dia pernah terkenal berduet dengan alm. Hasyim Muzadi sebagai jangkarnya. Sedang dalam skala internasional, membuat Din diminta Jokowi menjadi pejabat setingkat menteri untuk menyelesaikan konflik di Afghanistan dan dunia Islam lainnya.

Terakhir Din membangun kelompok netral lintas agama, selama pilpres 2019 berlangsung.

Tiga pendekatan politik moral Din di atas, menjadikannya
bapak bangsa yang dihormati.

Dalam konteks ke ITB an, di mana Din sebagai anggota Majelis Wali Amanah saat ini, dia sebenarnya mirip seperti mantan Rektor ITB, Prof. Iskandar Alisyahbana, ketika tahun 1978 mengutarakan perasaan hatinya berpihak pada aksi mahasiswa ITB melawan Suharto. Padahal resiko yang dihadapinya lebih kuat, yakni rumahnya ditembaki peluru tajam kala itu.

Saat ini, Din juga mengalami tekanan dari sindikasi “pengkhianat intelektual” yang mendorongnya hengkang dari MWA ITB. Bisa jadi terkait juga pemilihan rektor yang sudah dekat. Namun, sindikasi kejahatan intelektual adalah sebuah bagian dari gerakan totalitarian rejim, yang akan mematikan perbedaan pendapat. Kematian kebebasan dan demokrasi.

Saya meyakini tugas Din Syamsudin lebih besar dari mengurus Institut Teknologi Bandung itu. Sebagai penjaga moral bangsa, yang kita harap dari Din adalah menjaga moral kaum cendikiawan, bukan menjaga kepentingan institusi ITB yang saat ini biasa biasa aja. (*)

Penulis: Dr. Syahganda Nainggolan, Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle (SMC)