Ilham Bintang: Soal Statuta UI, Pak Jokowi, Please, Jangan Bikin Kegaduhan Baru

Jokowi akhirnya memang memenangkan Pilpres 2014. Sukses itu mengantar Lana menempati posisinya sekarang: Kepala Lembaga Penjaminan Simpanan.

Adapun Ari Kuncoro, melenggang ke kursi jabatan komisaris Bank BNI. Berikutnya mengikuti proses mulus menduduki kursi Rektor UI menyingkirkan enam kandidat rektor pada waktu pemilihan oleh Majelis Wali Amanah (MWA) UI.

Enam kandidat yang tersingkir adalah Prof. Dr Abdul Harris, dr Agustin Kusumayati M. Sc PhD, DR Ir Arissetyanto Nugroho MM IPU CMA, MSS, Prof Bambang Wibawarta SS MA, Prof DR dr Budi Weko MPH SpOG (K) dan Prof Hikmahanto Juwana, SH, LL M, PhD.

Lawan kuatnya saat pemilihan adalah Prof Budi Weko yang dengan mudah ditumbangkan dengan isu dan fitnah pernah membantu aksi 212. Padahal, teman-teman seprofesinya yang meminta agar dia membantu memantau kalau terjadi gangguan kesehatan dalam acara bermassa besar semacam itu.

Demikian juga dengan nasib calon bagus lainnya, Prof Bambang Wibawarta yang difitnah dekat dengan HTI.

Setelah pemilihan, kandidat Rektor Prof Abdul Harris diangkat menjadi Warek 1 menggantikan Prof Rosari Saleh (Oca) yang dipecat Ari Kuncoro. Kasus pemecatan Prof Rosari masih bergulir di PTUN.

Peran Erick Tohir

Bukan hanya Ari Kuncoro, Menteri BUMN Erick Tohir pun terseret dalam pusaran gelombang protes publik sejak geger meme “Jokowi, King of Lip Service”. Yang disorot dalam kepempimpinan Erick ialah pengabaian aspek etika moral dan akhlak dalam pemilihan komisaris di BUMN.

Menyorot soal dugaan konflik kepentingan itu, Kompas.com, Rabu (30/6/21) menunjukkan ada delapan pejabat Teras UI dari dalam lingkaran Istana. Termasuk di dalamnya Erick Tohir sendiri yang masih tercatat sebagai anggota MWA UI. Erick diangkat sebagai anggota MWA UI yang mewakili unsur masyarakat pada 26 Maret 2019, sebelum Erick menjadi menteri, namun sudah menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional Pemenangan Jokowi-Ma’ruf.

Tujuh lainnya, adalah Ari Kuncoro, Saleh Husin (Ketua MWA UI), Sri Mulyani, Jonathan Tahir, putra Dato Sri Tahir, Wiku Adi Sasmito (anggota MWA) yang merupakan Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid19. Nama lain Bambang Brodjonegoro dan Darmin Nasution (Anggota MWA UI, yang dua-duanya mantan anggota Kabinet Kerja).

Sorotan publik soal akhlak tertuju pada sosok Kemal Arsyad Komisaris Independen Askrindo (Asuransi Kredit Indonesia).

Dua minggu lalu produser film “Penari” dan “Garuda Di Dadaku” ini diamuk netizen di media sosial. Publik mengecam kata-kata kotor yang dilontarkan Kemal kepada Gubernur DKI Anies Baswedan.

Pada perombakan direksi dan komisaris Askrindo Kamis,1 Juli kemarin, Kemal Arsyad tetap dipertahankan Erick menjadi Komisaris Independen Askrindo. Padahal, masih segar dalam ingatan, tiga minggu lalu, Erick berbusa-busa berbicara soal akhlak sebagai “core value” BMUN. Faktor akhlak disebutnya sangat berperan untuk membawa BUMN mencapai reputasi Dunia.

”BUMN tidak kekurangan orang pintar dan hebat. Tapi tidak cukup kapabilitas saja, tidak bisa. Yang penting akhlak. Dengan akhlak bisa mulai level terendah di BMUN dan pengambil keputusan akan mendorong kemajuan BUMN,” ucap Erick ketika menghadiri dan memberi sambutan pada peluncuran buku “Akhlak Untuk Negeri” secara virtual, Rabu (6/6/21).

Jika pernyataan Erick soal akhlak itu dihadapkan pada kasus Kemal Arsyad, tak salah jika ada pengamat menjuluki Erick sebagai “raja kecil” praktek “lip service”. Dalam catatan masyarakat, yang terkait urusan akhlak ini bukan hanya Kemal, tapi ada banyak di BUMN.

Satu contoh kelancangan Komisaris Independen PT Pelni, Kristya Budiyarto, memecah persatuan bangsa. Kristya ini pernah bikin kegaduhan, menuduh pengajian Pelni mengembangkan paham radikalisme. Karenanya ia meminta pengajian Pelni pada bulan April dibubarkan. Minta pejabat Pelni yang mengurusi acara pengajian itu dipecat. Tapi, Kang Dede, panggilan akrab komisaris itu, salah info. Belakangan ia pun meminta maaf kepada pengurus MUI KH Cholil Nafis yang hari itu menjadi pengisi acara kajian agama Pelni yang mau dibubarkan Kang Dede.