Indonesia Tanpa Cina, Kenapa Tidak?

Di sisi lain China ingin menekankan bahwa posisi dan proposisi China mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS. Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan (relevant waters).

China boleh saja mengatakan klaim sepihaknya, padahal ketika Susi Pudjiastuti menjabat Menteri Kelautan tidak ada langkah provokasi dari China. Pertanyaannya ada apa di balik ini semua?

 Dalam hal ini saya sepakat dengan pernyataan anggota DPR Komisi I Meutya Hafid yang dengan tegas mengatakan perairan Natuna yang menjadi milik Indonesia tak bisa lagi diganggu gugat. Karena itu, menurut Meutya, tak perlu ada perundingan akan hal itu dengan pemerintah China.

Putus Diplomatik, Kenapa Tidak?

Kalau kita melihat ke belakang hubungan Indonesia-China, menurut sejarah yang mengacu pada hubungan luar negeri antara kedua negara telah dimulai sejak berabad-abad lalu, dan secara resmi diakui pada 1950. Namun hubungan diplomatik dihentikan pada 1967, dan dilanjutkan kembali pada 1990.

 Ketika sudah 23 tahun hubungan diplomatik dibuka kembali, sepertinya China melakukan sebuah langkah yang sangat politis. Walaupun pendekatannya investasi. Sedangkan sekarang China sepertinya sudah merasa lebih percaya diri, apalagi di era pemerintahan Jokowi ini.

Segala investasi dan pembangunan infrastruktur menjadi andalan Jokowi dengan investasi China yang besar-besaran. Para pejabat Indonesia sering bepergian ke negara tirai bambu. Bahkan ada pejabat juga yang menyederhanakan persoalan. Seolah-olah urusan pertahanan adalah remeh temeh. Kita jadi bertanya kepada diri kita, maksud mengalah untuk apa?

Saya lebih tertarik dengan politik luar negeri China yang memberikan bantuan dan utang kepada Indonesia agar nantinya negara ini menjadi lemah dan gagal bayar utang. Lama kelamaan Indonesia punya ketergantungan dengan China. Sementara Cina akan leluasa memainkan perannya sebagai negara yang menguasai  negara karena gagal bayar utang. Banyak contoh, seperti Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka, dan Pakistan.

Untuk hal di atas Institute For Development of Economics and Finance atau Indef mengingatkan pemerintah agar mampu mengelola utang dengan baik. Pasalnya, sejumlah negara gagal membayar utang karena strategi pembangunan infrastrukturnya yang masif. Atau Indonesia harus belajar dari kesalahan Malaysia, di mana mantan Perdana Menterinya ditahan karena korupsi dan dengan cara investasi. Untuk itu, marilah kita berpikir terhadap pentingnya Indonesia tanpa China.