Nafsu Besar Koalisi Gemuk Jokowi

Dari cerita beberapa anggota DPD kepada saya, bahwa ada tim khusus yang melobi kuat DPD untuk mendukung amandemen kelima dengan kompensasi penguatan kewenangan DPD dan janji demokrasi akan tetap dijaga pemerintah.

Bagi saya, tentu saja janji-janji ini sangat naïf, karena demokrasi bisa berkembang baik ketika check & balance efektif mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan.

Selama ini pemerintah Jokowi sudah kuat menguasai DPR dan dampaknya pada demokrasi adalah indeks demokrasi Indonesia menurun. Apalagi nanti jika sudah menguasai MPR.

Inilah yang seharusnya dipertimbangkan oleh DPD dengan penuh kesadaran sebagai benteng terakhir demokrasi Indonesia. Bahkan seharusnya DPD konsisten memperjuangkan menghapus Presidential Threshold, seperti sebelumnya digaungkan oleh ketua DPD La Nyalla.

Tujuannya, agar Indonesia berhenti dari demokrasi prosedural yang selama ini dengan sistematis dipertahankan oligarki dan elit-elit Parpol.

Di sisi lain, koalisi gemuk ini sangat memungkinkan munculnya konflik baik dalam koalisi itu sendiri maupun dalam internal Parpol.

Kehadiran PAN sebagai anggota baru koalisi tentu harus difasilitasi Presiden Jokowi, yang mana itu akan membagi kue kekuasaan kepada lebih banyak Parpol.

Untuk memfasilitasi PAN, maka mekanisme reshuffle akan menjadi zona pertarungan baru antar parpol koalisi gemuk yang sangat kental dipengaruhi agenda Pemilu 2024.

Sementara di dalam internal Parpol pertarungan tidak kalah sengitnya, terutama di partai yang lebih terbuka atau tidak dikuasai dinasti keluarga atau figur.

Dukungan elite parpol terhadap agenda amandemen kelima yang terkait dengan perpanjangan masa jabatan Presiden/Wakil Presiden, anggota DPR dan DPD akan memperkuat dan memperpanjang status quo dalam internal parpol.