Nusantara: Ibukotanya Oligarki

Nuansa kepentingan oligarki sangat kuat di balik agenda pemindahan ibukota. Nuansa kepentingan oligarki inilah yang dapat mempengaruhi situasi politik di masa depan yang dapat membatalkan rencana pindah ibukota. Tidak ada jaminan bahwa rezim berikutnya paska Jokowi akan melanjutkan pembangunan ibukota baru atau memindahkan ibukota Jakarta.

Harus dapat dibedakan antara tahap membangun sebuah kota untuk menjadi ibukota baru dan realisasi pemindahan ibukota. Misalnya, pembangunan ibukota baru dapat saja diteruskan dengan menggunakan APBN, tetapi tidak serta merta kemudian juga akan terjadi pemindahkan ibukota.

Dengan kata lain, APBN telah dimanfaatkan hanya untuk membangun sebuah kota baru di Kalimantan, di mana yang paling diuntungkan dari pembangunan tersebut adalah para pengembang besar.

Berbagai pihak telah mengungkapkan kepemilikan atau pengelolaan lahan tanah oleh sekelompok korporasi di wilayah ibukota baru. Bahkan grup-grup pengembang besar sudah membangun banyak properti di sana.

Sejak diumumkan wacana ibukota baru beberapa tahun lalu sudah terjadi kenaikan harga properti seperti apartemen misalnya, dengan demikian sudah terjadi capital gain yang menguntungkan para pengembang besar. Apalagi dengan pengesahan UU ibukota baru, maka kenaikan harga properti sudah demikian tinggi.

Dengan kata lain, natinya jika jadi atau tidak ibukota pindah, para pengembang besar sudah menikmati keuntungan dari penjualan properti di sana.

Hal-hal yang dapat membatalkan perpindahan ibukota misalnya jika ada beberapa kali upaya judicial review (JR) terhadap UU ibukota baru, yang mana prosesnya memakan waktu yang panjang, di saat bersamaan pembangunan ibukota baru terus berjalan.

Tetapi kemudian sangat mungkin endingnya adalah MK mengabulkan gugatan terhadap UU ibukota karena tekanan dari perubahan angin politik. Pembangunan ibukota baru dapat sudah jauh berjalan tetapi pada akhirnya batal memindahkan ibukota. Dan properti para oligarki di sana sudah terjual mahal.