Pengkhianatan Kaum Intelektual

Untuk itu, reformulasi hubungan antara intelektual dan negara menjadi kebutuhan mendesak. Hubungan patron-klien dari dua anasir maha penting ini harus digeser menuju pola hubungan yang kritis dalam bingkai demokrasi, yang menjamin independensi and integritas kaum intelektual.

Sebagai benteng nalar dan moral bangsa, dunia perguruan tinggi mesti bebas dari jeratan pragmatisme politik, yang menjual murah gelar kehormatan akademik kepada para elit politik.

Dalam jangka panjang, sistem dan kebijakan pendidikan mengedepankan materi berpikir kritis (critical thinking) dan pembangunan karakter (character building), bukan sekedar mencetak SDM sebagai faktor produksi – subordinat pertumbuhan ekonomi, terlebih menjadi hamba sahaya dari kepentingan relasi antara penguasa dan pengusaha.

Terakhir, perlu digarisbawahi, jebakan subordinasi otoritas politik atas kaum intelektual hanya bisa dieliminir dan dihilangkan jika kaum intelektual sendiri bersama elemen-elemen progresif lainnya (seperti kelompok buruh dan masyarakat sipil), melakukan tekanan. Sebab, kendati raut mukanya beragam di sebarang tempat dan waktu, kekuasaan tidak pernah bisa menyembunyikan naluri dasarnya untuk mensubordinasi yang lain, ungkap Russel seperti dikutip Cornelis Lay.
___________________
Tulisan ini adaptasi dari penggalan tulisan saya Stagnasi Pembangunan Manusia Indonesia dan Pengkhianatan Kaum Intelektual, yang dimuat fnn.co.id pada 2 April 2021.[FNN]

Penulis:Abdurrahman Syebubakar, Ketua Dewan Pengurus IDe