Ujaran Kebencian dan Islamofobia

Sementara itu, Denny Siregar pernah dilaporkan atas postingan di akun facebooknya yang berjudul “adek2ku Calon Teroris yg Abang Sayang.” Denny juga tercatat pernah dilaporkan terkait pernyataanya melalui video yang beredar di media sosial yang menyinggung pelegalan poligami dalam rencana penyusunan qanun (peraturan daerah) tentang hukum keluarga di Aceh. Sedangkan Ade Armando antara lain tercatat pernah dilaporkan terkait “meme Joker Anies Baswedan” dan perihal “Azan tidak suci.”

Dari tiga aspek dalam SARA, yang cukup dominan menjadi objek laporan adalah cuitan yang menyinggung agama, khususnya agama Islam.  Sebelumnya, kekerasan terhadap simbol-simbol Islam sempat terjadi, baik fisik maupun non- fisik. Ulama yang sedang melakukan pengajian ditikam, masjid dilempari bom molotov, dan bahkan sekadar cadar dan janggut pun dipersoalkan.

Apakah Indonesia menuju islamofobia?  Kita berharap tidak. Namun, mengapa di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, sejumlah orang terlihat semakin terbuka mengolok-olok Islam? Ini tak pernah terjadi (atau sangat jarang terjadi) sebelumnya, kecuali di masa pergerakan dan PKI dulu.

Gerakan atau isu anti Arab, misalnya, pernah menggejala di masa pergerakan sebagaimana dimuat Majalah Berita Nahdlatoel Oelama 1 Januari 1938. Atau, di masa pergolakan PKI, 15 Januari 1965, Ludruk LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat – organisasi underbow PKI) membuat pementasan di Prambon (Sidoarjo) dengan lakon “Gusti Allah Dadi Manten” (Allah menjadi Pengantin).

Melemahkan kekuatan Islam sesungguhnya adalah proses melemahkan NKRI. Itulah sebabnya penjajah dan dedengkot PKI selalu berupaya menyasar sumber kekuatan ini. Sebab, sepanjang sejarah perjalanan negeri, umat Islam selalu berada di garda terdepan perjuangan bangsa. Tentu tanpa mengenyampingkan peran dari umat agama lain, saudara sebangsa kita.

Kini, Indonesia telah merdeka dan PKI telah tiada. Namun, entah kenapa agama Islam dan pemeluknya terasa disudutkan. Tidak sedikit stempel yang sifatnya destruktif disematkan di sana-sini. Yang paling popular adalah branding  intoleran dan radikal.

Profesor Australian National University (ANU) Greg Fealy menuding pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo represif  terhadap Islam. Pandangan Fealy tertuang di sebuah artikel yang dimuat East Asia Forum pada 27 September 2020. Fealy  menganggap, Jokowi telah melakukan kampanye penindasan sistematis terhadap kaum islamis dalam empat tahun terakhir.