Yuridis Formil Edy Mulyadi Tidak Pantas Menjadi Tersangka

Selebihnya lagi oleh sebab ungkapan atau satire ini sudah menjadi bagian dari adat budaya seseorang maka tidak patut untuk menjadi materi objek perkara, oleh sebab bahasa sebuah daerah tidak dapat dipidanakan, atau menjadi objek delik. Nalar sehat serta logika hukumnya adalah: tidaklah mungkin terhadap kakek nenek atau moyang yang membuat atau pertama kali melahirkan istilah ungkapan atau satire dimaksud, dimana secara hukum patut dinyatakan mereka (nenek moyang) seluruhnya sudah meninggal dunia atau telah menjadi bangkai yang berbetuk tengkorak, sehingga tidak dapat dipersalahkan lagi atau dalam teori atau asas hukum pidana “hapusnya unsur tuntutan hukuman tehadap peristiwa pidana adalah salah satunya terhadap orang atau subjek hukum yang sudah meninggal dunia ” (-ref. Pasal 78 KUHP).

Sehingga oleh sebab payung hukum dan satire sebagai bentuk seni yang berasal (sudah menjadi) adat atau budaya, dan tidak ada faktor mens rea atau dolus deliktus (niat sengaja melawan hukum) oleh sebab topik permasalahan memang nyata ada yakni Kepindahan Ibukota Negara / IKN dari Jakarta ke Senajam – Paser Utara, Kalimantan Timur, Edy dan kawan-kawan riil hanyalah sebagian kecil dari banyaknya masyarakat bangsa ini yang menolak kepindahan IKN. Maka secara yuridis formil pada materi laporan terhadap diri Edy dan kawan-kawan tidak dapat dilanjutkan oleh pihak penyidik Polri menjadi bentuk atau sebuah objek pelanggaran apapun atau delik pidana. (*)