Warga Indonesia di Makkah Juga Terdampak Pembatalan Haji

“Sejak pertengahan Maret saya sudah di rumah karena di sini peraturannya ketat dan tidak bisa keluar rumah tanpa surat izin,” kata Edi yang sudah lebih dari 10 tahun bermukim di Arab Saudi.

Ditambah dengan tidak diberangkatkannya jamaah haji asal Indonesia, penyedia layanan katering akan kehilangan pendapatannya. Edi yang berada di distrik Al Nakasa, tempat di mana banyak jamaah asal Indonesia biasanya menginap, mengatakan hotel-hotel di sekitarnya sudah sempat disurvei sebagai bagian dari persiapan menyambut jamaah.

“Biasanya survei sudah dilakukan sebelum Ramadhan, dapur kita sebenarnya sudah disurvei juga untuk persiapan haji,” ujarnya saat dihubungi ABC Indonesia.

Meski merasa sedih dan kecewa dengan tidak akan adanya jamaah asal Indonesia, tapi Edi mengaku semua ini untuk kebaikan jamaah sendiri. “Sebagai manusia tentu sedih dan kecewa, tapi ini semua juga terbaik untuk jamaah Indonesia supaya terhindar dari penyakit ini,” ujar Edi yang pernah bekerja di sebuah restoran Indonesia di kota Madinah.

Rahim Irwandi Abdurrahim adalah warga asal Lombok di Mekkah yang bekerja salah satu muthawaif atau pendamping jamaah haji dan umroh. Ia mengaku sempat kaget dengan tidak diberangkatkannya jamaah haji dari Indonesia.

Menurut Rahim, banyak warga dan pekerja Indonesia yang biasanya melayani jamaah kini hanya bertahan dengan uang yang sudah mereka miliki sebelum pandemi virus corona. Beberapa bahkan menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan oleh warga sekitar atau KJRI Jeddah. Masih banyak warga Indonesia di Mekkah yang mengaku belum mendapat bantuan.

“Saat Idul Fitri, oleh yang punya rumah tempat saya mengontrak, saya diberi ayam, minyak goreng, bawang, dan kebutuhan lainnya termasuk uang,” Rahim bercerita bagaimana ia bertahan selama ini.

Baik Edi dan Rahim mengaku belum mendapatkan bantuan dari kantor perwakilan Indonesia, baik di Jeddah maupun di ibu kota Riyadh.

Jemaah Indonesia di luar negeri masih menunggu

Pembatalan keberangkatan haji untuk jamaah dari Indonesia, tidak berpengaruh secara langsung kepada warga Indonesia yang berada di negara lain dan berniat berangkat haji tahun ini. Nur Isdah Idris yang kini menempuh pendidikan S3 di Belanda sudah berencana pergi haji tahun ini, meski kepastian keberangkatannya bukan karena keputusan Pemerintah Indonesia.

“Kami berdua sudah membayar uang muka untuk biaya berhaji kepada salah satu travel yang ada di sini,” kata Isdah ketika dihubungi ABC Indonesia.

Bersama suaminya, Ihsan Nasir, Isdah tadinya akan berangkat dalam rombongan travel Euro-muslim berjumlah 40-an orang dari Kota Amsterdam. Namun melihat situasi pandemi Covid-19 saat ini, Isdah mengaku pilihannya lebih cenderung tidak berangkat.

“Kalau Ihsan menyarankan tidak berangkat. Saya sendiri masih terus berdoa. Menunggu kepastian dari Arab Saudi sampai minggu depan. Sedih rasanya,” ujarnya.

Para calon jamaah haji yang akan berangkat dari travel Euro-muslim dikenakan biaya sekitar 5.750 dolar AS serta harus memiliki kartu identitas yang berlaku di Belanda. Isdah mengaku sudah mulai ikhlas jika akhirnya tak jadi berangkat karena pandemi Covid-19, tapi ia berharap masih bisa berangkat tahun depan jika situasi kembali normal.

“Jadi saya menunggu kepastian mengenai penyelenggaraan haji dari Pemerintah Arab Saudi,” ujarnya. (ih)