Abdi, Pengabdi, dan Mengabdi

Eramuslim – Islam memiliki satu kata menarik dengan keluasan makna yang memotivasi hidup. Kata tersebut berakar dari Bahasa Arab, ‘abada-ya’budu-‘abdan, yang bermakna ‘menyembah’ atau juga ‘beribadah.’ Sebagai Muslim, tentunya ibadah sudah menjadi rutinitas keseharian, terulang setiap waktunya tiba.

Itu jika maksudnya adalah rutinitas yang terwakili dalan rukun Islam yang lima: syahadat, sholat, puasa, zakat, dan haji. Namun, apakah ibadah hanya rutinitas yang diulang-ulang saja?

Menjadi Muslim berarti menjadi manusia yang berpasrah dan mendedikasikan dirinya kepada Allah. Dedikasi seorang Muslim ditapaki dengan jalan ibadah.

Sesuai yang terbaca sehari-hari, iyyaka na’budu. Hanya yang perlu dimaklumi dan yakini bahwa dedikasi tidak cukup berhenti pada rutinitas rukun yang lima. Ini karena seorang Muslim adalah abdi.

Seorang hamba yang hidup bersyukur lantas menjadi pengabdi, ia akan mengabdikan dirinya di bawah pilar Islam, Iman, dan juga Ihsan. Tiga pilar yang tidak akan membuat si abdi berlepas diri Allah. Kaidahnya, ka-annaka tarahu (seakan engkau melihat-Nya) dan fa innahu yarâka (Ia yang melihatmu).

Seorang Prof Madya di Malaysia, Rahimin Affandi, sempat meresapi arti mengabdi itu dalam. Ini tidak lagi soal rutinitas ibadah di rukun yang lima.

Lebih dari itu ialah rutinitas hidup keseharian. Lebih tepatnya jika seorang pekerja itu pengabdi. Jika ia mengerjakan, maka ia mengabdi.