5 Faktor Penghapus Pahala Ibadah

Eramuslim – Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW selalu menyerukan umat Muslim untuk berbuat baik dan menambah pahala. Namun selayaknya manusia, hilaf dan kesalahan merupakan hal yang tak bisa dihindarkan dari kehidupan.

Dari semua tindakan atau kekhilafan yang dilakukan manusia, ada beberapa hal yang bila dilakukan dapat menghapus pahala atau amal-amal yang telah dikumpulkan. Setidaknya, ada lima perbuatan yang perlu diperhatikan dan menjadi kewaspadaan umat.

1. Syirik besar atau kafir

Perbuatan pertama yang dapat menghapus pahala adalah syirik besar atau kafir. Syirik besar merupakan perbuatan yang mengambil tandingan selain Allah SWT dan menyamakannya dengan Sang Pencipta.

Beberapa contoh perbuatan syirik besar adalah bernadzar pada selain Allah SWT, thawaf keliling kubur dan berdoa meminta pada penghuni kubur. Selain itu, meminta perlindungan pada selain Allah, dan bertawakkal padanya merupakan contoh kafir.

Kesyirikan besar merupakan bentuk kezaliman besar dan penghinaan terhadap Allah SWT. Dengan melakukan hal tersebut, sama artinya menyamakan derajat Allah dan makhluk-Nya.

Balasan yang setimpal dengan perilaku ini adalah terhapusnya semua pahala amalan kebaikan. Selain itu, Allah SWT tidak akan memberikan ampun bila seorang manusia mati dalam keadaan berbuat syirik dan belum bertaubat darinya. Hal ini disampaikan dalam Alquran, QS Al-An’am ayat 88: :

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.

2. Syirik kecil atau Riya

Perbuatan berikutnya yang dapat menghapus pahala adalah syirik kecil atau riya. Riya artinya memperlihatkan sekaligus memperbagus suatu amal ibadah dengan tujuan diperhatikan dan mendapat pujian dari orang lain. Perbuatan ini pasti menghapus amalan yang telah dilakukan karena tujuannya yang tidak tulus, ingin dipuji oleh orang yang melihat atau mendengarnya.

Ustadz Abuya Masnur sebelumnya pernah menyebut, riya’ dalam Bahasa Arab adalah arriya, berasal dari kata kerja ‘raa’ yang bermakna memperlihatkan. Dengan memperlihatkan amalan kita pada orang lain, amal akan menjadi sia-sia.Allah SWT pernah berfirman dalam HR Muslim:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Aku paling tidak butuh pada sekutu-sekutu, barangsiapa yang beramal sebuah amal kemudian dia menyekutukan-Ku di dalamnya maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya.”

3. Ujub, membangga-banggakan amal

Perilaku bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan merupakan hal yang baik dan ciri Muslim yang bertakwa. Namun, batas antara bersyukur dan ujub atau membanggakan amal di luar batas sangat tipis.

Syukur yang tak terukur, bisa berubah menjadi ujub yang merasuk ke dalam hati, dan puncaknya adalah takabbur. Perbuatan ini dapat mengundang benih-benih keburukan dalam hati seorang umat.