Al-Qur’an Telah Jelaskan Bulan Awalnya Bersinar seperti Matahari Lalu Mati

Adalah tidak mudah bagi para ilmuan untuk betul-betul mengerti kondisi bulan sebelum astronot Amerika Neil Armstrong menginjakkan kakinya di permukaan bulan pada tahun 1969 dan dibantu dengan alat-alat pemantau astronomi yang akurat dan studi-studi geologi atas permukaan bulan.

Maka, setelah analisis atas tanah dari bulan selesai dilakukan, barulah para pakar astronomi mengerti kondisi bulan. Kondisi itu sebagaimana dinyatakan oleh Badan Antariksa Amerika (NASA) bahwa bulan terbentuk sejak 4,6 juta tahun yang lalu.

Selama masa pembetukannya, bulan menerima hantaman bertubi-tubi dari meteor dan meteoroid. Karena suhu bulan pada saat itu sangat panas, terjadilah peleburan yang sangat dahsyat di permukaan bulan sehingga menyebabkan terbentuknya lubang-lubang besar yang dinamakan “Maria” dan gunung-gunung tinggi dengan kawah-kawahnya yang dinamakan “Craters”.

Kemudian, kawah-kawah itu menumpahkan lahar-lahar dalam volume yang sangat besar dan lahar-lahar itu mengisi lubang-lubang besar tersebut. Kemudian bulan menjadi dingin. Gunung-gunung di bulan menjadi tidak aktif dan lahar-lahar berhenti mengalir. Dengan demikian, matilah bulan dan tak terlihat nyalanya setelah sebelumnya menyala.

Mari kita kembali pada ayat Al-Quran di atas dan kita perhatikan penggunaan kata mahauna (kami hapuskan. Kata dasarnya: al-mahwu). Kata al-mahwu (penghapusan) menurut para pakar bahasa berarti ath-thams (melenyapkan cahaya atau sinar) dan al-izalah (menghilangkan).

Artinya, Allah melenyapkan dan menghilangkan sinar bulan, bukan melenyapkan keberadaan bulan itu sendiri. Bulan masih tetap ada, tetapi sinar dan cahayanya dilenyapkan. Hal ini sudah jelas dari redaksi Alquran yang menyebutkan “tanda malam” atau bulan dan “tanda siang” atau matahari.

Kata ath-thams secara khusus digunakan untuk yang berkaitan dengan cahaya atau sinar. Oleh sebab itu, Allah berfirman, “Kami jadikan tanda siang itu terang benderang (bisa membuatmu melihat).” (Al-isra’: 12). Ayat ini menggunakan redaksi mubshirah (menjadikanmu bisa melihat ). Hal ini untuk membandingkan cahaya yang menjadi tanda malam (bulan) dengan cahaya yang menjadi tanda siang (matahari). Cahaya yang pertama akhirnya mati, sedangkan cahaya kedua masih ada dan karenanya kita bisa melihat.