Memegang Teguh Prinsip

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Pak Arief, nama saya Teza. Sudah sejak lama sebenarnya saya ingin berkonsultasi masalah ini. Begini Pak, saat ini, saya telah menyelesaikan masa pelatihan di sebuah instansi pemerintah dan telah dilantik menjadi PNS sekitar tiga bulan yang lalu.

Sebenarnya, saya merasa bersyukur. Namun, ada hal yang saya khawatirkan: rendahnya produktivitas dan beberapa budaya buruk lainnya yang berkembang di sini. Saya sadar, untuk mengubah hal tersebut dibutuhkan posisi struktural yang cukup tinggi dan kesabaran ekstra. Namun, saya khawatir diri saya sendiri yang akan larut ke dalam budaya kerja tersebut.

Menurut Pak Arief, apa saja yang dapat membuat saya teguh memegang yang saya yakini, namun juga tetap “asik” dalam berhubungan dengan teman-teman lainnya sehingga mampu menggerakkan perubahan di tempat saya?

Wassalaamu’alaikum wr. wb.

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Subhanallah walhamdulillah! Mas Teza, Anda perlu berkali-kali bersyukur karena Allah menempatkan Anda dalam situasi ini, situasi di mana Anda punya peluang untuk menguji kadar idealisme Anda, sekaligus mengasah kapasitas kepemimpinan Anda. Dalam beberapa kesempatan mengisi forum-forum pelatihan untuk mahasiswa saya kerap mengatakan bahwa mahasiswa yang idealis bukanlah sesuatu yang istimewa. Namun jika dalam kehidupan pasca kampus seseorang mampu tetap menjaga idealismenya itu baru istimewa.

Mas Teza, pernahkah Anda renungkan dengan agak mendalam apa yang sesungguhnya menjadi idealisme Anda? Dapatkah Anda menjawab dengan tegas, ingin menjadi apa Anda di usia 40 tahun dan 60 tahun? Yakinkah Anda suatu hari ingin diwafatkan sebagai apa dan setelah wafat ingin dikenang sebagai apa? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di bawah sadar akan menentukan ke mana arah hidup Anda karena mereka merupakan kriteria pengambilan keputusan yang secara otomatis Anda gunakan dalam membuat pilihan.

Saya tidak berpretensi menilai jawaban mana yang baik dan mana yang kurang baik. Yang parah adalah kondisi orang-orang yang ternyata belum punya jawaban definitif atas pertanyaan-pertanyaan itu. Orang-orang itu keadaannya setali tiga uang dengan sampan kecil yang terombang-ambing di samudera luas, bergerak ke mana angin bertiup, dan terlempar ke mana ombak menghempas. Mudah ditebak apa jadinya jika orang-orang tak berjati diri ini “terdampar” di belantara birokrasi yang koruptif. Namun Mas Teza, jika Anda sudah punya jawaban yang mantap atas pertanyaan-pertanyaan tentang visi hidup di atas, no worry, tidak terlalu sulit bagi Anda untuk menjadi pribadi yang independen di mana pun Anda berada.

Namun, sebagaimana iman, idealisme juga kondisinya naik dan turun. Bagaimanapun faktor eksternal, sampai batas tertentu punya pengaruh, bisa positif, tak jarang pula negatif. Di samping itu, dalam sejarah rasanya tak ada tercatat orang yang berhasil menggerakkan perubahan sendirian. Untuk meningkatkan “imunitas” terhadap berbagai virus negatif yang bertebaran di sekitar kita, sekaligus meningkatkan efektifitas proses perubahan yang ingin digulirkan, Anda perlu membangun “koalisi kebaikan” yang bersifat permanen dengan orang-orang yang punya idealisme yang sejalan.

Untuk itu, komunikasi informal yang tulus dan hangat adalah langkah awal. Kenalilah orang-orang yang bekerja bersama Anda dengan baik. Hadirlah sebagai “kawan baru yang baik,” atau seorang “junior yang siap belajar dari para seniornya.” Lebih banyaklah mendengar. Lalu petakan berbagai informasi yang berhasil Anda serap dengan proporsional dan tidak “hitam-putih” sehingga Anda memperoleh gambaran yang utuh tentang “medan perang” yang Anda hadapi. Hadapilah hal-hal yang tak sejalan dengan kata hati Anda dengan tersenyum dan mengangguk kecil. Hindarkan sedapat mungkin sikap konfrontatif terhadap realita. Ingat, tak ada orang yang 100% persen baik dan bersih, sebagaimana juga tak ada orang yang 100% buruk dan kotor. Pengenalan dan pendekatan yang tepat akan memperbesar peluang tampilnya potensi kebaikan dari orang-orang di sekitar Anda. Prinsip dasar yang harus Anda pegang: kalau belum dapat membersihkan, setidaknya jangan ikut mengotori. Perlahan tapi pasti insya Allah Anda akan mulai dapat mengenali siapa “kawan” dan siapa “lawan.” Selanjutnya, bertukar gagasan dan informasi, saling mengingatkan, dan mengatur langkah-langkah bersama, adalah hal-hal yang sebaiknya Anda lakukan.

Satu catatan penting yang tak boleh dilupakan: tantangan terbesar Anda adalah membuktikan secara konsisten bahwa Anda kompeten dan kredibel. Jadi, jangan biarkan diri Anda larut dalam manuver office politics yang sangat berpotensi membuat Anda lalai bekerja sungguh-sungguh dan meningkatkan kompetensi. Tak ada gunanya banyak mengkritik inkompetensi orang di kiri-kanan Anda sementara ternyata Anda tak banyak juga bisa menghadirkan solusi.

Pastikan pula bahwa Anda jujur, berintegritas, dan loyal. Jangan libatkan diri Anda dalam berbagai “majelis gosip,” apalagi jika atasan atau kolega Anda menjadi topik pembicaraannya. Ingat, misi Anda adalah membuat sebanyak mungkin pihak merasa bahwa kehadiran Anda membuat mereka nyaman.

Demikian Mas Teza. Wallahu ‘alam bish shawab.

Wassalaamu’alaikum wr. wb.