Sisi Lain Ilmuwan Jerman (4)

Di Jerman penampilan seorang profesor dan teknisi tidak jauh beda selama mereka tidak dalam suasana resmi. Saya tidak pernah menyangka ketika dahulu awal kuliah, seorang pria berkaca mata, berambut kusut, memakai celana jeans yang agak kusam, dibalut sweater, datang ke kelas tanpa membawa buku satupun, lalu ia memperkenalkan dirinya sebagai pengajar kuliah tenaga angin kami. Dialah Prof. Peinke, ahli hidrodinamika dan ahli tenaga angin yang lembaga penelitian yang dipimpinnya termasuk yang disegani di Jerman. Tetapi memang itulah kelaziman di Jerman.

Kesan saya terhadap Bert adalah, dia orang yang pendiam tetapi dia mengamati setiap orang yang berada dalam tanggung jawabnya. Saya sering mendapati dia berjalan-jalan keliling lab ketika waktu sudah sore di mana banyak peneliti sudah pulang. Ruang kerja Bert tidaklah istimewa di banding ruang Herr Meuser, bagian administrasi di institut saya, atau ruang seorang kepala perbengkelan institut.

Bagi saya ruang yang sedikit menunjukkan ia punya posisi penting adalah ruang Dr. Steinberger, tetapi itu bisa dimaklumi karena pekerjaannya banyak berhubungan dengan proyek. Meskipun begitu, Bert kan tetaplah seorang pimpinan departemen Solid Oxide Fuel Cell Forschungszentrum Juelich, lalu layakkah ruangannya pun hanya seluas ruang kerja saya? Ketika saya ke ruangannya, tidak ada yang mencolok selain beberapa kamus bahasa asing. Lainnya adalah berkas kerjanya.

Ketika acara Institutsversammlung, dan tiba giliran Bert untuk menyampaikan presentasi dari departemen kami, maka terlebih dahulu ia menghampiri saya dan berjongkok di dekat saya, sedangkan saya sedang duduk di kursi. Ia hanya bertanya, "Sebelum saya nanti salah ucap, apa bidang studimu sekarang?“ Saya pun hanya menjawab,"Renewable Energy.“ Setiap penyampai presentasi sebelumnya selalu memperkenalkan anggota timnya. Dan ketika Bert memperkenalkan saya, maka ia kemudian mengubah bahasa presentasinya dari Bahasa Jerman menjadi Bahasa Inggris.

Cukup lama juga dia sempat berbahasa Inggris hanya untuk menjelaskan beberapa hal yang menyangkut pekerjaan saya kepada para hadirin, dan kemudian sambil bercanda ia kembali mengubah penyampaiannya dalam bahasa Jerman. Waktu itu ia mengatakan, "I hope I don’t switch to French.“ Ya, ia juga bisa berbahasa Perancis. Bagi saya, waktu itu presentasi Bert adalah yang paling berkesan, alasannya satu, sederhana dan tidak menonjolkan diri. Ia lebih banyak bercerita tentang tantangan yang departemen kami hadapi ketimbang keberhasilan yang sudah diraih.

Ketika pertama kali hendak meeting dengan Bert, maka saya bertanya pada Martin, supervisor saya di institut, bagaimana menghadapi Bert. Maka ia hanya menjawab bahwa Bert tidak suka dengan cerita yang panjang. Martin hanya katakan, "Jangan lebih dari 10 menit bicara dengannya.“ Ketika mendengar perkataan Martin itu, dalam hati saya malah senang, karena saya sendiri memang tidak suka berlama-lama dan rasanya 10 menit pas bagi saya.

Martin adalah supervisor saya di institut sebelum ia kemudian pindah kerja ke Aachen bulan November 2008. Bahkan topik tesis saya saat ini adalah idenya. Sampai sekarang pun saya masih berkomunikasi dengannya menyangkut tesis saya walau kami tidak satu tempat kerja lagi. Ia sudah menyatakan komitmennya ketika memberi tahu saya bahwa ia akan pindah kerja, dan ia sudah memberi tahu pimpinan perusahaannya bahwa ia punya tanggung jawab terhadap seorang mahasiswa yang sedang menyelesaikan tesis. Sudah dua kali saya ke kantornya di Aachen dan pertemuan kami amat berarti bagi pengerjaan tesis saya, karena memang dialah yang paling memahami apa yang saya lakukan.

Topik tesis saya saat ini banyak berkaitan dengan mekanika fluida, bidang yang asing bagi saya sebelumnya. Ketika pertama kali berdiskusi dengannya saya tidak segan-segan menanyakan konsep dasar dari mekanika fluida yang diterapkan pada kasus saya, dan Martin dengan serius menjelaskan bahkan seolah berusaha sebaik mungkin agar saya bisa segera menyesuaikan diri dengan bidang yang dibutuhkan untuk pengerjaan tesis saya ini.

Di Jerman ini mengatakan tidak tahu walau untuk sesuatu yang terlalu sederhana insyaALLAH tidak akan membuat diri kita menjadi rendah karena pengakuan itu. Tetapi bila kita serius untuk mengubah diri kita dari tidak tahu menjadi sedikit tahu, maka orang yang memberi tahu akan amat bersemangat membantu kita.

Selama saya di research center ini, rasanya hanya pada jam makan siang lah waktu bersosialisasi bagi para peneliti di sini. Ketika itu mereka berjanji berkumpul bersama, jalan kaki ke kantin research center bersama, dan kemudian makan di meja yang sama. Ya, bersosialisasi yang saya pahami tidak saya jumpai di Jerman ini. Bayangkan, kami setiap hari menunggu bis yang sama, pada waktu yang sama, di halte yang sama, tetapi amat sulit menemukan di antara orang yang menunggu itu saling mengobrol.

Saya masih teringat ketika dahulu masih di Oldenburg, saya dan beberapa teman kuliah hendak menjenguk Heidemarie, guru kursus kami, yang tidak datang mengajar karena sakit. Waktu itu yang mengajar kami adalah Inesa, yang lebih muda. Inesa ini adalah kolega Heidemarie, mereka dari departemen yang sama di universitas. Selama kami kursus, mereka bergantian mengajar kami. Nah, ketika kami hendak ke rumah Heidemarie, Inesa ini malah tidak tahu rumah Heidemarie. Hal ini bagi saya tentu aneh.

Tetapi waktu makan siang benar-benar adalah waktu yang dimanfaatkan sebagai refreshing dari pekerjaan. Walau begitu, bukan mereka tidak membicarakan penelitian mereka. Mereka tetap membicarakannya hanya saja lebih bisa melepaskan ekspresi mereka. Saya masih ingat ketika, Martin1, peneliti dari Skotlandia, ketika kami sedang makan, ia mempertanyakan mungkinkah mengubah potensial ideal natural yang sekitar 1 volt pada reaksi elektrokimia yang dimanfaatkan dalam fuel cell menjadi lebih besar. Kami semua terdiam, tidak ada yang bisa menjawab. Dalam hati saya malah kagum dengan pikiran dia ini. Ya, keluar dari batas kelaziman. Tetapi memang perkembangan ilmu pengetahuan banyak dimulai dari ide awal yang melawan arus kelaziman.

Dr. Blum adalah dosen yang senyumnya menyimpan banyak arti. Dari senyumnya seolah dia tahu bila mahasiswanya tidak mengerti dan tahu bila mahasiswanya sedang menghadapi masalah. Bagi saya, Dr. Blum ini feeling-nya tajam terhadap para mahasiswanya. Karena itulah kadang saya agak sungkan bertemu dengannya, karena dari cara dia menatap saya, biasanya sudah saya tangkap kesan bahwa dia sudah tahu apa yang hendak saya bicarakan. Saya amat menikmati kuliah yang disampaikan Dr. Blum. Ia adalah dosen yang dalam setiap kuliahnya sering menyelipkan filosofi kuliah kami.

Entahlah, di Jerman ini rasanya saya baru leluasa untuk mengejar apa yang memang saya ingin tahu tanpa harus terpaksa untuk menjadi tahu semuanya dan kemudian mendapatkan nilai yang baik. Yang diajarkan benar-benar hal yang mudah dilihat kemanfaatannya. Kami bisa cepat membayangkan penerapan ilmu yang disampaikan di dunia nyata. Bahkan ketika belajar untuk ujian, saya begitu mudah melewatkan bahan-bahan kuliah yang tidak terlalu dekat dengan pemanfaatannya di dunia nyata, dan lebih fokus pada apa yang kira-kira bisa saya manfaatkan dari bahan yang sedang saya pelajari.

Dan ternyata memang itulah yang banyak ditanyakan ketika ujian. Pengajar di sini memiliki pengalaman lapangan yang memadai sehingga mereka sendiri sudah tahu mana dari bahan kuliah yang mereka berikan yang benar-benar dekat dengan pemanfaatan di lapangan.(Bersambung)