Apakah Ramadhan Merindukan Kita?

Tak sedikit orang yang mafhum perihal ibadah Ramadhan, bahkan ayat 183 dalam surat al-Baqarah sebelum bulan yang disucikan itu datang pun sudah terngiang hebat di telinga kita melalui televisi dan radio, pula jadi pemandangan keseharian biasa melalui spanduk atau leaflet.

Ya, ramadhan di depan mata kita kini. Ia akan menyapa, menghampiri dan memanjakan kita dengan membawa rahmat-Nya yang ‘lebih’ dari biasanya. Semua kebaikan digandakan sekian kali lipat. Itulah yang membuat kita tak ragu-ragu untuk muluk-muluk goal-setting ibadah ramadhan. Saking semangat dan inginnya mendapat pelipatgandaan itu, kadang tanpa melihat kapasitas sejauh mana kita dapat mencapai target. Berapa persen tingkat keberhasilannya?

Tengok siroh, betapa Rasulullah SAW bijak dalam memberikan solusi kepada sahabatnya, Abdullah bin Amru bin Ash, yang ingin mengkhatamkan al-Qur’an dalam waktu yang relatif singkat. Rasulullah menjawabnya dengan diplomatis, mulai dari sebulan, 20 hari, 15 hari, 10 hari, hingga akhirnya 5 hari. Alasannya, ada hak-hak lain yang harus kita penuhi, selain ‘kejar setoran’.

Terlebih, bagi da’i yang punya ‘jam tayang’ dan ‘jam terbang’ melampaui aktivis lain, mestilah vitalitas dan kesehatan jadi prioritas 3 besar. Jangan sampai, gara-gara memaksakan diri dalam satu hal, kita mengorbankan banyak hal yang lebih vital.

Atau, ‘gara-gara’ kita menghidupkan malam, akhirnya membuat kita kurang produktif disiang harinya. Kemudian berapologilah kita dengan hadits “tidurnya orang berpuasa itu ibadah”. Al-Iraqi dalam Takhrij Hadits-Hadits Ihya menuturkan, bahwa perawi hadits ini Abdullah bin Amr dan Abdullah bin Abi Aufa, namun ternyata semua sanadnya antara dha’if dan maudhu’. Tidak ada salahnya memang tidur sebentar waktu, anggaplah untuk menyimpan energi, tapi tidak dalam waktu berlama-lama yang akan mengundang rasa malas.

Untungnya kita hidup dimasa kini, yang ujian ramadhan yang melibatkan fisik di siang harinya tak sedahsyat perang badr atau fathul makkah. Tapi sungguh rugilah kita hidup dimasa kini, karena ujian mental selama Ramadhan lebih berat ketimbang bulan lain. Maka kalau syurga bisa merindukan tujuh golongan sebagai penghuninya, pastinya Ramadhan merindukan segolongan penyemaraknya. Termasukkah kita?

“Berapa banyak orang yang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan dari puasanya itu, selain lapar dan haus. Sebab puasa itu bukanlah semata-mata menahan lapar dan haus, akan tetapi adalah menahan hawa nafsu. Boleh jadi orang tersebut berdusta, menggunjing dan memandang dengan syahwat, sehingga yang demikian itu membatalkan hakikat puasa. ” (Ihya’ Ulumiddin – Imam al-Ghazali)

Selamat menikmati jamuan Ramadhan, jagalah kesehatan Jogokariyan, arya_psi(at)yahoo(dot)com