Ustadz by Request

Banyak para dai maupun ustadz masa kini yang seakan melacurkan dirinya. Demi beberapa rupiah ia rela menjual agamanya untuk kelompok atau seseorang yang memintanya untuk melakukan sesuatu. Berceramah hanya dalam tema-tema tertentu, berkhutbah yang tidak boleh menyinggung, menasehati hanya untuk masalah remeh. Bahkan mungkin ketika sholat, surat yang hendak dibacakan sudah direquest oleh jamaah atau takmir masjid.

Sementara beberapa Dai lainnya berusaha tetap teguh dalam jalan namun terpentok dalam masalah dana merasa dirinya lemah. Ada pula yang tidak punya massa, kemudian merasa tak berdaya. Ada pula yang pernah mengalami kegagalan berdakwah lalu merasa seakan hidupnya tak ada artinya lagi lalu berhenti dari berdakwah.

Beberapa dai lain mungkin mengalami hal yang lebih buruk dari itu, ada yang difitnah. Ada yang ditangkap keamanan bahkan mengalami penyiksaan. Ada yang dipinggirkan karena dakwahnya tidak sesuai dengan masyarakat sekitar. Ada pula yang bahkan dipukuli karena dianggap membawa ajaran sesat. Dari berbagai keadaan diatas sering membuat para dai mundur teratur dari jalan dakwah.

Merasa tidak kuat akan pedihnya jalan dakwah? Tidak kuat akan beratnya berdakwah? Bisa jadi anda belum membaca sirah Nabi dan para sahabatnya ketika berdakwah. Terutama ketika awal-awal melakukan dakwah Islam di Mekah. Cerita di bawah ini mungkin bisa menginspirasi anda menjadi lebih baik.

Segera setelah Nabi Saw menyatakan dakwahnya secara terang-terangan, muncul perlawanan sengit dari kaum kafir Quraisy. Mereka mereka dakwah Nabi akan merongrong posisi dan kekuasaan mereka. Pun mereka tidak ingin agama mereka digantikan oleh agama Islam. Fanatisme mereka terhadap agama walaupun salah sudah sedemikian tingginya sehingga mereka tega menyiksa kaum mukminin meski masih saudara sendiri.

Hal keji itulah yang dilakukan oleh Abu Lahab yang tidak lain paman Nabi sendiri. Diriwayatkan bahwa suatu hari Nabi berjalan di tengah pasar seraya menyeru kepada ahli pasar, ”wahai sekalian manusia, ucapkanlah La ila ha illahi maka kalian akan menang.” Maka Abu lahab melempari Nabi dengan batu secara mengejek Nabi, “Jangan ikuti segala perkataan Muhammad. Sesungguhnya dia adalah seorang pembohong.”

Sementara istri Abu Lahab, Ummu Jamil bin Harb (saudari dari Abu Sufyan) tidak lebih baik perlakuannya terhadap Nabi. Ia sering melempari jalan yang akan dilewati oleh Nabi dengan kotoran. Bahkan ia pula yang meletakkan kotoran dan najis di depan rumah Nabi yang mulia.

Abu Jahalpun seakan tidak ingin kalah, ia pernah melempar rahim kambing busuk ke arah Nabi ketika sedang solat. Nabi tidak pernah melawan maupun ribut atas perilaku jahat dari mereka, ia hanya berusaha sabar sembari meminta Fatimah, anaknya, untuk membersihkan kotoran yang mengenainya.

Uqbah bin Abi Mu’idh juga berlomba bersama pemimpin Quraisy yang lain untuk turut menyiksa Nabi. Sutu ketika ia pernah mencekik leher Nabi dengan bajunya ketika Nabi sedang solat dekat Ka’bah. Untung saat itu Abu Bakar mengetahuinya dan membebaskan Nabi. Seraya menangis Abu Bakar mengatakan pada Uqbah bin Abi Mu’idh dan orang kafir Quraisy yang ada pada waktu itu, “apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki yang hanya ingin mengatakan Tuhanku adalah Allah sementara petunjuk yang jelas juga telah datang padanya?”

Ini hanya beberapa gambaran penyiksaan yang dialami Nabi dari kaum Quraisy. Padahal Nabi adalah bagian dari mereka bahkan kakeknya Abdul Muthalib adalah pemimpin Quraisy pada masanya. Semua orang tahu bahwa Nabi adalah orang yang tidak pernah berbohong (Shodiqqul Amiin) tapi ia tetap dianggap pembohong. Nabi adalah pemegang amanah yang utama tapi ia tetap diejek sebagai pengkhianat oleh sukunya sendiri. Nabi adalah orang paling cerdas dan baik perangainya tapi ia dihinakan sebagai orang tidak waras. Allahu Akbar! Betapa berat yang telah diterima oleh Beliau dan betapa ringan yang kita rasakan.

Maka apabila seorang Nabi diberikan siksaan sedemikian rupa dengan posisi dan kedudukan serta nasabnya yang mulia, maka apatah lagi pengikutnya yang bukan siapa-siapa. Kebanyakan pengikut awal Nabi adalah para budak, orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, atau nasab yang biasa saja. Betapa kita bisa bayangkan siksaan yang mereka terima.

Seperti sahabat mulia Bilal bin Rabah yang disiksa oleh majikannya sendiri Umayyah bin Khalaf. Tubuhnya yang mulia dibawa ke padang pasir yang panas di waktu siang. Dibaringkan dalam keadaan yang tidak berdaya karena kaki dan tangannya terikat kuat. Tidak puas dengan hal itu Umayyah bin Khalaf menaruh batu besar di dada Bilal seraya mengatakan, “kau akan tetap seperti ini Bilal, kecuali kau kafir terhadap agama Muhammad dan kembali menyembah Latta!” tapi Bilal menolaknya dengan keras dan menerima segala siksaan dengan sabar sehingga dikatakan tidak ada yang bisa menerimanya kecuali iman yang teramat kuat. Sampai Abu Bakar Asshidiq membebaskannya dari penderitaan itu dari bibirnya hanya terucap “Ahad, Ahad…”

Mungkin kita juga akan mendengar kisah keluarga Yasir. Dimana mereka disiksa sedemikian rupa yang bahkan tidak pernah dipikirkan manusia sebelum maupun sesudahnya. Dalam musim panas dimana matahari seakan di atas kepala, keluarga Yasir dipakaikan baju zirah besi oleh Bani Makhzum. Lalu mereka dihalau seperti hewan ke padang pasir yang panas hingga kulit mereka terkelupas. Sehingga meliha keadaan yang sangat menyedihkan itu Nabi hanya bisa berkata, “Sabar wahai keluarga Yasir sesungguhnya balasan bagi kalian adalah surga..”

Maka setelah melihat dan membaca apa yang terjadi pada Nabi dan para Sahabatnya yang mulia apakah anda akan menyerah begitu saja dalam berdakwah di jalan Allah? Bangunlah sesungguhnya apa yang kalian alami belum seberapa. Bangkitlah sesungguhnya kesulitan yang anda terima tidak sebanding apa yang terjadi pada mereka. Apakah anda menghendaki dakwah itu mudah? Apakah anda ingin halangan itu hilang jalan dakwah? Apakah anda yakin bahwa seorang da’i dan mukmin hidup dalam limpahan kemewahan dan kekayaan bukan sebaliknya?

Bukankah Nabi juga pernah juga ditawari kekayaan yang sedemian rupa, wanita cantik dan kekuasaan yang tidak terhingga tapi beliau menolaknya? Bukankah Nabi pula yang mengatakan kepada pamannya Abu Thalib yang ditekan Quraisy untuk berhenti dari dakwahnya, “Demi Allah, wahai pamanku seandainya mereka meletakkan di tangan kananku matahari dan bulan di tangan kiriku untuk berhenti dari dakwah ini akan tidak akan melakukannya. Sampai Allah memenangkan agama ini, atau aku mati di jalannya!”

Terakhir mungkin sebait lirik dari D’Masiv, Jangan Menyerah bisa menyimpulkan tulisan ini. “Kita pasti pernah mengalami hal yang berat. Seakan hidup ini tidak berdaya lagi. Syukuri apa yang ada, hidup ini adalah anugrah. Tetap jalani hidup ini untuk berikan yang terbaik. Tuhan pastikan menunjukkan kebesaran dan kuasaNya bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa.”