Gajian, di Sini Senang di Sana Senang

Al…untuk singkatan dari nama Alminda. Begitu orang memanggilnya. Terkadang kawan-kawannya memanggil dengan sebutan “min”. Tapi panggilan itu bukanlah panggilan yang cukup istimewa, kalau kami yang menyebutkan. Pasalnya, Al minda yang merupakan adik pertama satu tahun di bawahku ini juga kakak bagi dua orang adiknya yang cowok. Ya, kami empat bersaudara, dengan formasi tiga satu. Tiga untuk cowok dan satu untuk cewek. Dan satu-satunya permaisuri di rumah kami adalah dia. Jadi, aku manggilnya adek, dan yang laen manggilnya kakak.

Kalau dirunut dari jenjang sekolahnya, pekerjaan yang ia geluti selama enam bulan ini tidak ada kaitan dengan pendidikan yang diperoleh. Dari SMK, kemudian kuliah ambil jurusan komputer, dan sekarang kerja di kantor penjualan rumah. Kalau dipikir-pikir, apa hubungannya bisa komputer dengan sales. Jauh dong, tapi gitulah. Apalagi sekarang sulit kerja. Masih syukur sarjana komputer bisa kerja di tempat kantoran. Di luaran sana, masih banyak lagi sarjana-sarjana pengangguran. Ternyata memang, tamat kuliah bukan menjamin dapat kerja. Kalau tidak kreatif, dan terus berusaha, rasanya sulit untuk mendapat hidup yang layak.

Baginya, untuk ukuran gadis berusia dua puluh tiga tahunan, dan masih tinggal bersama orang tua, gaji yang diperoleh tiap bulanannya lebih dari cukup. Nominal di atas satu juta lima ratus ribu mungkin bagi yang berkelurga barangkali kurang. Tapi, untuk yang lajang, kebutuhan tidaklah terlalu banyak. Malah, uang segitu bisa ditabung untuk keperluannya yang akan datang.

Di bulan keenam masa ia bekerja, perusahaan memberikan bonus kepada semua karyawannya karena hasil penjualan meningkat. Termasuk dia, adikku yang baru bekerja selama enam bulan itu, mendapat bonus sebesar satu bulan gaji.

Seperti biasa, kalau gajian bukan ia saja yang senang, adik-adik juga. Dengarnya sih, dia selalu menyisihkan sebagian gaji untuk mereka dan juga mamah. Mungkin, pikirnya itu adalah cara balas budi sama keluarga. Sebab, tidak ada kebahagian bagi sang anak, melainkan saat ia bahagia, semua anggota keluargnya juga bahagia.

Dan untuk kali ini, bonus yang ia terima juga disisihkan untuk keluarga. Bukan hanya itu, ia menyisihkan beberapa ratus ribu untuk disedekahkan anak – anak yatim. Bicara punya bicara, uang yang ingin disedekahkan itu diserahkan sama mamah. Kemudian mamah lah nanti yang menyerahkan pada anak-anak yatim tersebut.

Waktu mamah bercerita tentang sedekah, aku ada di situ. Dan ia meminta pendapatku, bagaimana sebaiknya jumlah uang segitu disedekahkan pada satu orang anak yatim atau dibagi-bagi pada banyak anak yatim. Yang mana aja baik, jawabku. Kalau mau yang lebih baik, yang lebih banyak jumlahnya, kemudian dibagi kepada banyak orang. soalnya sedekah itu baiknya diberikan pada orang yang paling membutuhkan. Dan itu juga baru berharga kalau nominal sedekah itu lebih besar. Ibaratnya, kalau kita ada uang satu juta, kemudian mau sedekah kepada anak yatim, lebih baik kita cari anak yatim yang benar-benar butuh uang satu juta tersebut, ketimbang ngumpulin seratus orang anak yatim dan dibagi rata. Apalah arti uang sepuluh ribu di tangan mereka kalau hanya buat jajanan, sementara ada diantara mereka ada yang paling butuh. Bisa jadi, satu juta itu lebih berguna bagi satu orang anak yatim yang ketika itu sangat membutuhkan biaya sekolah.

Saranku lagi, kalaupun ada anak yatim yang benar-benar butuh, tapi kita lihat ada orang lain yang lebih butuh, maka sebaiknya berikan pada orang yang paling butuh. Kemudian, mamah ingat kalau salah satu tetangga kami belakangan ini lagi kering alias tak berduit. Seorang nenek yang sudah lanjut usia itu hidup bersama anak bungsunya yang baru menikah dengan uang pas-pasan. Si nenek tadi sering curhat sama mamah, kalau biaya hidup sekarang mahal-mahal. Anak-anaknya sudah pada berumah tangga namun hidupnya juga alakadarnya. Tidak bisa membantu orangtua. Kasian si nenek.

Dan mamah pun berniat mengalihkan sedekah yang awalnya untuk anak yatim beralih ke tetangga kami tersebut. Mamah lebih bersemangat dan tambah yakin kalau sedekahnya benar-benar bermanfaat ketika aku sebutkan bahwa berbuat baik pada tetangga adalah bukti keimanan kita pada Allah dan Rasul Nya. Banyak hadis yang menganjurkan agar kita berbuat baik pada tetangga. Salah satunya, rasul menganjurkan kepada kita untuk membagikan makanan pada tetangga meskipun hanya kuah. Dan bukan hanya itu, rasul mengecam orang-orang yang bisa tertidur pulas sementara tetangganya kelaparan.

Infak, sedekah, zakat sebenarnya merupakan cara kita mengekspresikan rasa syukur terhadap harta yang kita miliki. Allah melebihkan harta masing-masing kita. Bukan untuk berbangga ria, atau berlaku kikir. Karena hakikatnya harta itu adalah titipan semata. Itu adalah milik Allah. Dan seketika Ia mau mengambilnya dari kita, dengan sekejap saja harta itu bisa hilang.

Dan hasil usaha, yang kemudian kita sebut gaji, itu adalah harta yang wajib disyukuri. Kalau penghasilan yang diterima mencapai nisabnya maka wajib zakat. Jumlahnya dua setengah persen dari hasil yang diperoleh. Kalau tidak sampai nisab, adalah baik jika kita mengeluarkan sedekah sebagian dari harta yang kita peroleh.

[email protected]