Kado Terbaik

Setiap orang bicara tragedi kemanusian Palestina. Banyaknya korban membuat setiap orang merasa pilu dibuatnya. Namun hari ini berbeda dengan sosok pria satu ini. Mujiono sebut saja begitu. Sudah genap tujuh tahun ia lakoni sebagai pedagang donat. Dengan sepede motor yang baru dilunasinya ia berangkat pagi hingga petang menjaja donatnya diparkiran bahkan lobby kawasan perkantoran Sudirman dan perumahan.

Harapan berdagang tidak lain mencari maisah (nafkah) untuk keluarga. Jujur sebenarnya hatinya gundah kali ini, karena Donat yang dijajakan tak disentuh orang sama sekali. Seakan-akan terlupakan. Belum sempat merenungkan nasib donatnya, matanya melihat sisi lain segerombolan orang yang melakukan pawai aksi Palestina. Mereka adalah berbagai ormas dan partai politik. Sambil mengusungkan spanduk bertuliskan ’Selamatkan Palestina’ lengkap dengan atribut kepartaiannya, mereka lantangkan takbir.

Gemuruh dan kerasnya sound system pastinya mengusik orang yang melihat dan mendengarkan. Mujiono tidak tinggal diam. Feeling marketingnya terbangun dan ia segera bergegas meluncurkan sepeda motor ke pusat aksi dengan harap donatnya laku terjual. Ia sandarkan motornya diparkiran, dan segera mengusung 4 box berisi donat. Tanpa pikir panjang, ia mendekati kerumunan pedagang lain.

Bapak beranak dua ini sengaja menjaja donatnya tepat dengan kerumunan orang. Akhirnya satu persatu donatnya dilirik orang juga. Tanpa sadar senyum manisnya pun semakin lebar. ”Alhamdulillah donatku laku keras,”ucap lubuk hatinya. Belum sempat menikmati senyum lebarnya. Seorang wanita belia dengan jilbab putih mendekat. Sambil menjajakan kantong bertulisan,”Bantuan Solidaritas Palestina”, dengan senyumnya ia ayunkan tangan kepada Mujiono. Hatinya kembali tergores. Pikiran menjadi bercabang antara keluarga dan Palestina. Padahal rupiah yang baru saja diterima dari 4 box donatnya belum selesai dihitung. Belum lagi anak bungsu yang berumur 4 tahun hari ini berulang tahun. Mujiono telah berjanji untuk membeli kado terbaik padanya. Jika ia berdonasi untuk Palestina, berarti uangnya akan berkurang, bahkan untuk kebutuhan masak istrinya tidak mencukupi. ”Ya Rabb . . . Ya Rabb . . .apa yang harus kulakukan dengan rupiah yang baru saja Kau berikan. Apakah ini kado terbaik dari kado anakku. Ya Rabb, tak seharusnya aku menimbang-nimbang tapi…,”belum sempat meneruskan, Ia berlari mengejar wanita tersebut tanpa pikir panjang ia berikan sebagian uangnya untuk Palestina.

Dalam kepiluan Mujiono meninggalkan kerumunan orang dan bergegas pulang. Ia menarik nafas tulusnya. Kini hanya kepada-Mu, Kupasrahkan hidup dan matiku. Semoga ini menjadi kado terbaik.