Menangis Karena Terharu

Usai shalat ashar berjamaah di mesjid, seperti biasa, beberapa orang mahasiswa melakukan kunjungan ke rumah-rumah mahasiswa. Kegiatan ini adalah rutinitas harian mereka. Dan kegiatan ini telah berlangsung bertahun-tahun. Dari sikap mereka tidak ada kesan bahwa mereka bosan dengan kegiatan tersebut. Selalu ada keceriaan dari raut muka mereka ketika berkunjung. Ketika berkunjung pun mereka tidak membedakan asal negara, selama yang dikunjungi seorang muslim, maka ia adalah saudara yang layak untuk didatangi dan yang harus dijalin hubungan silaturahmi dengannya.

Sebelum berkunjung biasanya mereka berkumpul, menanyakan tentang siapa yang telah dikunjungi pada hari yang lalu, bagaimana keadaannya, tinggal dimana dan kuliahnya. Kemudian mereka juga membicarakan siapa yang akan dikunjungi pada hari berikutnya. Dan salah seorang dari mereka diminta untuk berbicara tentang keutamaan ziarah dan adab-adab dalam berziarah. Walau disampaikan dengan singkat, tapi jelas dan padat.

Ini bertujuan, agar setiap orang meluruskan niat hanya karena Allah Swt. semata, bukan mengharapkan yang lain. Kunjungan yang akan dilakukan haruslah berkesan positif. Ada nilai kebaikan yang ditinggalkan. Untuk mewujudkan hal itu setiap orang harus tahu adab-adab dalam berkunjung. Bagaimana sikap ketika berkunjung dengan yang lebih kecil, dengan yang sama besar, dengan yang lebih tua. Juga harus tahu bagaimana sikap ketika berkunjung pada orang kaya, orang terpandang dan pada orang miskin.

Semuanya diuraikan dengan jelas sebelum berkunjung. Dan ini selalu diulang-ulang agar setiap orang senantiasa ingat.
Salah seorang dari mereka mengatakan, "Saudara-saudaraku, kita berkunjung karena Allah semata. Selama berkunjung, setiap orang harus bisa menjaga sikap dan kata-katanya. Hendaklah kita mulai dengan saling kenal dengan kasih sayang yang tulus. Ketika hati mereka telah bisa diraih, mulailah memberi dorongan dan mengajak untuk melakukan kebaikan. Dan juga harus diingat, ketika orang yang kita kunjungi tidak berkenan menerima tamu, kita harus berlapang hati untuk pergi. Jangan sekali-kali berburuk sangka."

Pada hari itu, mereka telah sepakat untuk mengunjungi salah seorang yang rumahnya tidak jauh dari mesjid di kawasan Gami`, Hay `Asyir. Namanya Ardi-bukan nama sebenarnya-, seorang mahasiswa di Fak. Ushuluddin, Al-Azhar.

Sore hari itu, Ardi ada dirumah, lagi nyantai dengan secangkir teh `arusah dan di tangannya sebatang rokok. Ketika mereka datang, ia segera memadamkan api rokoknya.

Kunjungan itu dimulai dengan saling memperkenalkan diri satu persatu hingga sampai pada giliran Ardi. Ardi sebenarnya adalah pemuda yang baik. Dari ceritanya, ia dahulu pernah jadi Bagian Pengajaran ketika masih mondok di Indonesia. Tak hanya itu, ia juga santri yang punya prestasi. Namun sesampai di Mesir, ia menemukan lingkungan yang kurang kondusif untuk belajar dan beribadah. Ada keinginan dalam hatinya untuk berubah, namun belum ada yang merangkul tangannya. Mereka melihat ada celah kebaikan dalam hati Ardi, hanya saja Ardi dikuasai oleh bisikan hawa nafsu dan godaan setan sehingga sulit baginya untuk berubah.
Mulailah salah seorang dari mereka berbicara, dengan nada suara yang lembut, penuh cinta dan kasih sayang, ia menyampaikan maksud kedatangan mereka,

"Akhi Ardi, kami minta ma’af bila kedatangan kami ke sini mengganggu aktifitas Akhi, kami juga sangat berterima kasih Akhi sudah berkenan menyambut kehadiran kami, semoga Allah membalas kebaikan ini, amin.

Akhi, kami datang ke sini, hanya semata-mata karena Allah, tidak ada maksud lain. Walau kita baru kenal, tapi itu tidak menghalangi kami untuk melangkah ke sini. Dalam lubuk hati Akhi dan hati kami ada kalimat yang menyatukan hati-hati kita, yaitu, kalimat tauhid, La Ilaha Illallah. Akhi adalah saudara kami seiman dan seakidah. Sebagai seorang saudara kami ingin membina hubungan baik ini dan menjaganya. Sebagai wujud rasa syukur kita pada Allah atas karunia ini.

Akhi, kami datang kesini bukan untuk berceramah atau menggurui Akhi, mungkin dari segi ilmu Akhi lebih unggul dari kami, namun sebagai seorang muslim kita punya kewajiban untuk saling mengingatkan terhadap muslim yang lain.

Akhi, Allah adalah Pencipta kita, yang memberi kita kehidupan, yang memberi kita rezki dan berbagai nikmat. Ia yang hanya patut kita puji, yang layak kita sembah, yang kepada-Nya kita meminta dan mengadu."

Yang berbicara tersebut tidak melanjutkan kata-katanya, ia melihat Ardi meneteskan air mata. Ia takut, mungkin kata-katanya telah menyinggung perasaan Ardi. Kemudian ia berkata, "Saya minta ma’af kalau kata-kata saya telah menyinggung perasaan Ardi."
"Tidak, saya tidak apa-apa, silahkan dilanjutkan," Ardi membalas, sambil mengusap air matanya.

Kemudian yang berbicara tersebut menoleh pada teman-temannya, untuk menanyakan pendapat mereka, "Lanjutkan saja Akhi, tapi dipersingkat!" ucap salah seorang dari mereka.

Kemudian ia kembali berkata, "Akhi, Rasulullah adalah Qudwah kita, hanya dengan menempuh jalan hidup beliau, kita di dunia akan selamat dan bahagia di akhirat. Kematian adalah haq, setiap yang bernyawa akan merasakannya. Setiap kita akan kembali pada Allah, untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya selama di dunia. Dan sesungguhnya hanya dengan agama Allah lah kita akan berjaya dan berbahagia dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Hendaklah kita menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan segala bentuk larangan-Nya, agar kita selamat dari kemurkaan Allah di akhirat kelak.

Mungkin, hanya ini yang ingin kami sampaikan, sebagai bentuk rasa cinta kami kepada seorang saudara fillah. Dan sekali lagi saya minta ma`af bila ada kata-kata yang telah menyinggung perasaan Akhi. Barangkali ada yang ingin Ardi sampaikan, sehingga kita saling mengingatkan."

Ardi masih menangis dan air matanya semakin berderai. Ia menggelengkan kepala, tanda tidak ada.

"Baiklah, kalau begitu kami ingin minta izin, namun sebelum pergi, bolehkah kami mengetahui apa yang menyebabkan Akhi menangis?" kata salah seorang dari mereka.

Setelah menunggu beberapa saat dan tangisan Ardi sudah mulai berhenti, Ardi berkata, "Ikhwaty yang dimuliakan Allah, tidak banyak yang akan saya sampaikan. Saya sangat berterima kasih dengan kunjungan Antum, semoga ini terus berlanjut. Saya sedikitpun tidak merasa terusik dengan kedatangan Antum. Bahkan saya sangat bahagia. Inilah yang saya tunggu sejak beberapa tahun saya di Mesir.

Antum adalah orang-orang pertama yang datang karena Allah pada saya. Selama ini yang datang hanya untuk kepentingan dunia, materi, meminjam barang, meminjam uang, buku-buku dan lainnya. Tapi Antum datang membawa cahaya, membawa agama yang telah hilang sekian lama dari saya dan membawa kebaikan yang selama ini telah asing dari saya. Antum adalah orang-orang terbaik yang saya kenal. Saya sangat terkesan dan terharu dengan kunjungan ini. Semoga Allah memperbanyak orang-orang seperti Antum, amin."

Usai berbicara, air mata Ardi kembali berderai. Ia sangat terharu dengan kedatangan dan kata-kata mereka.
Mendengar ucapan Ardi, semua mereka menjadi ikut terharu, beberapa orang ikut menangis dan berucap syukur pada Allah Swt.. Mereka pun pulang dengan rasa bahagia.

Pada hari tersebut kunjungan mereka sangat berkesan, sehingga membuat mereka semakin terdorong dan bersemangat untuk terus melanjutkan kegiatan al-ziyarah fillah tersebut, ziarah yang penuh berkah, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebaikan. Yang dengannya orang yang lalai tersadarkan dan orang yang lupa teringatkan.

Antum : Bentuk plural dari kata ‘Anta’ yang berarti : Kamu. Antum berarti : Kalian

Sumber : Cerita dari seorang teman dengan sedikit penambahan dan ilustrasi.

Salam Ukhuwah dari Kairo,
[email protected]