Perjalanan Tsuruga yang Menegangkan

Ummi : "Anak-anak ayo cepat tidur ya…besok InsyaAllah kita mau berangkat ke Tsuruga."

Azzam :"Kita mau ketemu Allah Ummi?"

Ummi : "Allah????"

Azzam :" Iya…kan di surga kata Ummi, kita bisa ketemu Allah."

Ummi : " Oh…he.he…ini kota Tsuruga Zam, bukan Surga."

Azzam : "Tsu…ru…ga."

Emiko : "Oh….mau apa ke sana Ummi?"

Ummi : "InsyaAllah mau ketemu teman Abi, teman kuliah Abi dulu."

Azzam : "Asyik….aku mau bawa mainan dimasukan ke tas ah…."

Emiko : "Abi…kita mau ke teman Abi besok."

Abi : "iya insyaAllah ayo segera tidur yuk biar bangunnya nggak kesiangan"

Anak2 : " Haik, wakarimashita (ya…mengerti)."

Tsuruga..sebuah kota terletak di Fukui Perfecture, kota kecil dikelilingi oleh gunung dan laut. Kota yang terkenal sebagai salah satu pusat penelitian PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Jepang. Jumlah penduduk di kota ini pun dibatasi karena khawatir jika terjadi sesuatu pada PLTN yang ada di sekitar kota itu. Terlihat dari kota yang tampak lebih sepi dan hanya beberapa toko besar saja yang ada di sekitar stasiun Tsuruga.

Sebagai kota pinggir laut, ikan menjadi makanan sehari-hari penduduk ini. Alhamdulillah aku berkesempatan mengunjungi pasar ikan dan restoran di salah satu pasar dikenal dengan nam "Sakana no machi" (kota ikan).

Sungguh, pengalaman yang menarik, berjenis-jenis ikan ada di pasar ini dan kita bisa memakan langsung (mentah) tentu setelah diiris tertentu menjadi "shasimi" atau "sushi" ataupun dibakar langsung di tempat pemanggang yang tersedia di dalam pasar ikan itu.

Perjalanan seru dan menegangkan terjadi saat kami kembali dari kota Tsuruga. Waktu perjalanan yang ditempuh antara Tsuruga dan Ishikawa melalui jalan TOL Hokuriku 1 jam 55 menit, hasil search dari internet.

Sayangnya cuaca sangat tidak mendukung, hujan deras, dinginnya suhu luar dan ditambah lagi jalanan berkelok-kelok serta banyaknya mobil truk, bis ditambah lagi terowongan-terowongan yang panjang membuat aku harus sangat berhati-hati mengendarai mobil. Ada lima nyawa termasu diriku saat itu dan bait-bait do`a tak lupa kulantunkan sebelum perjalanan dimula ataupun saat kondisi membahayakan terjadi.

Hujan deras yang menemani perjalanan kami membuat pandangan di kaca depan kabur, lampu sorot jauh pun hanya mampu menerangi kurang lebih 200 m saja ke depan, dan lampu biasa bisa dibayangkan. Saat kaca depan berkabut aku segera menyalakan heater mobil dan wiper kujalankan lebih cepat. Lampu-lampu mobil yang menyalip terlihat agak samar dan terkadang angin pun menggoyangkan mobil yang kunaiki karena cukup kencang.

Setelah pom bensin di tempat pemberhentian jalan TOL terlewati, aku mulai ingat bensin mobil ini mulai menipis dan sesaat kulihat sudah tinggal seperempat. Setelah konfirmasi ke suami, beliau meyakinkan masih cukup untuk pemberhentian di pom bensin berikutnya.

Alhamdulillah, kulihat ada tanda tempat istirahat 12 km lagi kira-kira, tapi hanya tanda "P" saja serta "cangkir", tidak ada gambar pom bensin. Setelah tiba di tempat bertanda P itu aku coba berhenti dan ternyata benar pom bensin tidak ada. Lumayan untuk istirahat dan pergi ke toilet.

Kembali melanjutkan perjalanan, bensin semakin menipis dan jalanan pun naik turun, hujan makin deras dan aku harus tetap menyalakan heater. Terakhir kulihat jarak pom bensin berikutnya 26 km, sebelum tempat parkir yang baru kelewati.

"Ah..berarti setengah perjalanan lagi," pikirku.

Tanda kapasitas bensin mulai menunjukkan nol, berarti sudah warning, aku pun tidak berani menyalakan heater lagi dan saat hujan mulai berhenti segera kumatikan wiper. Kalimat-kalimat do`a segera kulantunkan, dalam kondisi mulai panik, aku berusaha tidak memberitakan hal ini. Alhamdulillah suami asyik mengajak anak-anak main tebak-tebakan.

Ingatanku pun melayang mengingat saat kami akan kembali ke Jepang. Waktu itu mobil yang kami sewa tiba-tiba hampir berhenti di tengah jalan ketika menyebrangi sungai. Mobil di belakang kami hampir menubruk karena kaget. Segera mobil yang kami tumpangi menepi ke pinggir, suara mobil cukup menyeramkan sambil meloncat-loncat layaknya katak yang sedang mengambil ancang-ancang.

Ternyata bensin mobil itu tidak cukup, saat kondisi jalan naik tidak ada bensin yang masuk ke mesin dan akhirnya tampak akan segera berhenti.

"Astagfirullohaladzim..kalo saat ini terjadi juga pada mobil yang sedang aku setir bagaimana?" batinku.

Saat melewati pinggiran kota aku agak tenang, karena suasana cukup terang dan mungkin saja ada pom bensin yang dekat. Tapi saat melewati hutan-hutan dan gunung-gunung tinggi tampak di samping, hatiku mulai risau tak karuan.

Akhirnya aku tetap pada posisi 80 km/jam, kecepatan minimal dalam jalan tol. Kupikir ini jalan terbaik agar kecepatan menipisnya bensin tidak terlampau tajam.

Setelah beberapa saat kulihat tanda peristirahatan dan disertai tanda pom bensin, 4 km lagi.

"Alhamdulillah…"

Segenap do`a dan harap, aku mohon agar bisa sampai 4 meter ke depan, setidaknya dengan persediaan bensin terakhir.

***

TIba-tiba hujan turun semakin deras, pandangan dari kaca depan mobil pun mulai kabur. Segera aku nyalakan heater yang menyorot ke kaca depan belakang, begitu pula "Wiper" posisi sedang. Badanku pun agak maju agar pandangan di depan lebih jelas.

Aku harus hati-hati supaya tempat pom bensin, kesempatan terakhir ini tidak terlewat. Terlihat samar jarak tinggal 1 km lagi. AKu pun harus lebih hati-hati dan bersiap memberi tanda belok kiri.

"Alhamdulillah….." bisikku dalam hati.

Akhirnya bisa sampai juga di dekat pom bensin, tapi badanku lemas hingga memutuskan berhenti dulu di parkir depan toko makanan. Istirahat sebentar, pergi ke toilet, kemudian…

"Astagfirulloh…Mas…migranku kambuh…"

Ya, kupikir ini karena aku melihat ke arah depan mobil dengan kondisi tegang dan serius membuat kepala mulai berdenyut ditambah lagi khawatir karena bensin akan habis.

Setelah dipijat oleh suami alhamdulillah kepala mulai terasa ringan, lalu segera kunyalakan mesin menuju pom bensin yang berjarak 100 m dari tempat parkir. Harga bensin cukup tinggi, tapi saat itu harga bukan pilihan, yang prioritas bensin segera penuh untuk perjalanan berikutnya.

"Fuih..alhamdulilah…akhirnya"

Aku bisa menyetir dengan tenang, tapi denyut di kepala masih terasa. Perjalanan kubuat lebih santai sambil menikmati suara riang anak-anak. Pintu keluar TOL tujuan akhir pun tinggal 4 km lagi. Agka yang sama saat aku mendambakan pom bensin, tapi perasaanku kini lain, sisa-sisa perjalanan di jalan tol benar-benar kunikmati.

Satu kilometer lagi, mobil harus kubelokan ke kiri tanda masuk pintu keluar TOL. Setelah membayar seharga 2250 yen segera pintu terbuka dan akhirnya menuju arah pulang.

"Ummi sudah mau sampai ya???"

Rupanya anak pertamaku mudah menghafal jalan, setiap jalan yang pernah kami lewati dia bisa hafal dengan jelas.

"Alhamdulilah Nak."

Tiba di rumah segera aku berbaring sambil menunggu pijatan dari suami terasayang. ALhamdulillah anak-anak pun asyik dengan mainannya. ALhamdulillah makan sore di pasar ikan tadi membuat perut kami masih kenyang dan tidak perlu kusiapkan makan malam.

Aku pun tertidur dan ketika bangun alhamdulillah sakit kepala sudah menghilang dan kulihat suami dan anak-anak sudah terlelap di samping.

"Terimakasih Mas sudah menyiapkan anak-anak dan menidurkan mereka."

Benar-benar perjalanan yang seru dan menegangkan, pelajaran berharga agar harus kupersiapkan semuanya lebih baik lagi sebelum berangkat dan men-starter mobil.

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menyelamatkan kami semua."

"Bismika Allohuma ahya wa bismika amut." aku pun kembali terlelap.

-Catatan Harian Seorang Ibu-

Ishikawa-Japan