Ramadhan Menyapa Palestina

Saat kubaca berita mengenai kunjungan Obama ke Israel aku tersadarkan tentang suatu hal. Israel yang selama ini menjadi bangsa pongah di dunia, meskipun ia memang menunjukkan prestasi duniawi tak terbantahkan, dengan pongahnya menyatakan sikapnya terhadap Palestina. Ehud Barak dengan angkuh menunjukkan sikap dan kelasnya sebagai pemimpin bangsa angkuh dengan mengatakan “Kami tidak akan mengakui Palestina sebagai negara sebelum Palestina mengakui Israel sebagai negara”.

Kata-kata panas itu memberikan sebuah penjelasan, mengapa hingga hari ini perang tak pernah berhenti. Muslim Palestina yang memang telah lama berada di Palestina jelas tidak mau menyerahkan begitu saja tanahnya pada bangsa angkuh penjajah simbol iblis dunia. Mereka akan dengan sekuat hati membela tanah air dan martabatnya dan kemerdekaan Islamnya dengan seluruh jiwa raga, melawan Yahudi laknatullah. Namun apakah semua demikian?

Jikalau mau, maka dapat saja rakyat Palestina membiarkan penjajah menduduki tanahnya, membiarkan Yahudi masuk ke perkampungan muslim. Duduk bersama bersanding dan main kartu sambil ngopi. Lalu orang Yahudi mulai mendirikan bangunan di sekitar pekarangan mereka, mulai mendirikan Sinangong, lalu si Muslim berkata pada Yahudi “Silahkan, silahkan, ini tanah dunia, semua bebas membangun” berdirilah peradaban Yahudi, di tengah jantung masyarakat Muslim. Tapi apakah itu yang dipilih?

Siapapun yang berpihak pada kebenaran akan dengan jijik memilih tindakan bejad itu. siapapun yang mata hatinya masih ada akan muak dengan perilaku busuk itu. mengapa seorang angkuh harus datang pada orang lain dan mengambil apa yang bukan menjadi hak mereka untuk kemudian memperoleh apa yang diinginkannya, hanya karena meraka memiliki dunia? Sungguh nista!

KEBENARAN ADALAH KEBENARAN. Jika bangsa memiliki teknologi dan pengetahuan, seharusnya ia tunduk dan menghormat, lalu bersama-sama membangun peradaban dunia, tanpa menyinggung sisi-sisi negatif primordial dengan mengklaim tanah menjadi miliknya, lalu mengusir orang-orang yang sudah lama tinggal dan membangun tanah itu. Uh, betapa urusan tanah bisa menjadi darah yang mengalir bertahun-tahun. tapi bukan tanahnya kutahu, adalah manusia, dan apa yang ada di kepalanya yang bergejolak memilih tindakan dan sikap dalam hidupnya.

Dan saat tersadar hari ini, ramadhan syahrun karim, betapa sedih aku mengenangmu. Bertahun-tahun kulewati ramadhan dengan senyuman, dengan canda tawa di sela tarawih, dengan ceria di kala berbuka, dengan ramai sorak sorai saat membangunkan sahur, dan di akhirnya, ada takbir menggema dan kami bersalam-salaman, idul fithri yang selalu dinanti. Ah betapa indahnya Islam. Namun, apa yang sedang terjadi di Palestinamu? Adakah iring-iringan shalat tarawih yang menjamur kala adzan isya menggema? Adakah bedug dan kentung sahur menyapa pagi buta membangunkan manusia? Adakah hidangan sederhana di masjid saat semua orang duduk melingkar?

Mungkin hanya meriam, rudal dan peluru yang menghiasi hari-harimu. Mungkin hanya debu kemarau dan sinar mentari tua yang menunggu adzan maghribmu. Mungkin di bawah moncong senapan kau menikmati hidangan berbuka (yang mungkin juga hanya sepotong roti sisa kemarin lusa). Terlalu indah untuk menikmati tilawah di masjid al Aqsha yang penuh serakan rudal. Terlalu indah untuk melangkah ke masjid bersama dengan mata-mata serdaduIsrael yang menyala!

Betapa hari ini aku belum melakukan apa-apa. Di ramadhanku yang ceria, di rumahku Indonesia. Doa kami untukmu. Selamat berjuang Rakyat Palestina. Ampuni kami ya Allah, betapa sedikit yang kami lakukan…

Untuk seorang sahabat yang berjuang. Allahummasyfii antasyaafii… Pertolongan Allah itu dekat, Oleh…